DLH Bandarlampung ’’Cueki’’ DPRD

-FOTO IST-

“Amdal-nya belum pernah kami lihat, baik dari Dinas Lingkungan Hidup maupun Perkim sampai saat ini. Tidak ada sosialisasi, hearing juga belum ada tahu-tahu sudah ada peletakan batu pertama. Ini seperti main kucing-kucingan. Bagi kami, itu tidak bisa dibenarkan,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila) Dr. Muhammad Thoha B. Sampurna Jaya menyoroti masih adanya penolakan warga terhadap rencana pembangunan kembali Living Plaza Lampung (LPL) di Rajabasa Nunyai, Kota Bandarlampung.

Dirinya menilai, pihak pengembang harus membuka secara transparan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) agar masyarakat memahami dampak yang mungkin ditimbulkan dari proyek tersebut.

Menurut Thoha, AMDAL bukan sekadar formalitas izin, melainkan dokumen yang harus disertai bukti pemantauan dan pengelolaan lingkungan secara nyata.

“AMDAL itu harus dibuktikan, bukan hanya izin. Pemantauan lingkungannya seperti apa, masyarakat sekitar juga harus tahu. Itu harus disampaikan dalam forum resmi antara pemilik proyek dan masyarakat,” ujarnya saat dimintai tanggapan, Senin, 13 Oktober 2025.

Dia juga menyoroti pertemuan antara pihak pengembang dan tokoh masyarakat beberapa waktu lalu. Thoha mempertanyakan apakah dalam pertemuan tersebut aspek AMDAL telah dibahas secara komprehensif, mengingat kawasan Rajabasa dikenal rawan banjir.

“Kita bisa melihat dari dua sudut pandang. Karena itu, AMDAL harus dilihat secara menyeluruh layak atau tidak layak. Ada dokumen perencanaan pengelolaan dan pemantauannya. Menolak atau menerima proyek itu harus punya dasar yang kuat. Kalau ada AMDAL, ya harus benar dan transparan,” tegasnya.

Terkait wacana pembangunan embung yang diusulkan sebagian warga sebagai solusi limpahan air di wilayah tersebut, Thoha menilai hal itu dapat membantu mengurangi potensi banjir. Namun, kelayakan pembangunan embung juga harus tercermin jelas dalam dokumen AMDAL.

“Embung itu sifatnya membantu limpahan air di wilayah sekitar. Tapi kelayakannya harus tergambar jelas dalam analisis dampak lingkungan. Semua harus tertulis dan dapat diakses,” jelasnya.

Thoha menambahkan, masyarakat yang berhak mengetahui isi AMDAL tidak hanya warga sekitar lokasi proyek, tetapi juga lembaga-lembaga yang bergerak di bidang lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

“Masyarakat itu luas, bukan hanya warga setempat, tapi juga lembaga seperti Walhi. Mereka berhak melihat dan mengkritisi AMDAL tersebut, dan Pemerintah jangan tinggal diam kalau ada keluhan masyarakat” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Tiga tahun berselang embangunan proyek Living Plaza Lampung (LPL) di kawasan Nunyai, Rajabasa, kembali berlanjut setelah sempat terlihat vakum beberapa waktu lalu. 

Sejumlah alat berat kini sudah mulai beroperasi di area proyek, menandakan dimulainya tahap pengerjaan lanjutan. Namun, di tengah aktivitas pembangunan tersebut, sejumlah warga sekitar mengeluhkan minimnya pelibatan masyarakat dalam prosesnya. (mel/c1/yud)

 

Tag
Share