Meski Berizin, LPL Belum Aman

BELUM TRANSPARAN: Pembangunan proyek Living Plaza Lampung di kawasan Rajabasa yang dinilai belum transparan, terutama terkait dokumen amdal dan perizinan teknis lainnya.-FOTO JULI ABDUL GOFUR-

“Pembangunan sudah jalan seminggu lebih, tapi kami tidak pernah diajak bicara. Katanya sudah berizin, tapi banjir di sini kan yang kena kami,” ujarnya.

Warga lain, Sumi, mengaku khawatir jika pembangunan tidak disertai sistem drainase dan embung yang benar.

“Di sini langganan banjir. Kalau bangun mall besar tanpa perhitungan, bisa makin parah. Katanya mau bikin embung, tapi belum jelas bentuknya,” katanya.

Pantauan di lapangan menunjukkan aktivitas alat berat sudah berlangsung. Namun, tak ada papan informasi proyek yang bisa diakses publik. Tiga akses utama menuju lokasi tertutup rapat, menambah kesan proyek ini berjalan “senyap”. 

Diberitakan sebelumnya, Pengamat kebijakan publik Universitas Lampung (Unila) Dr. Muhammad Thoha B. Sampurna Jaya menyoroti masih adanya penolakan warga terhadap rencana pembangunan kembali Living Plaza Lampung (LPL) di Rajabasa Nunyai, Kota Bandarlampung.

Dia menilai pihak pengembang harus membuka secara transparan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) agar masyarakat memahami dampak yang mungkin ditimbulkan dari proyek tersebut.

Menurut Thoha, amdal bukan sekadar formalitas izin, melainkan dokumen yang harus disertai bukti pemantauan dan pengelolaan lingkungan secara nyata.

’’Amdal itu harus dibuktikan, bukan hanya izin. Pemantauan lingkungannya seperti apa, masyarakat sekitar juga harus tahu. Itu harus disampaikan dalam forum resmi antara pemilik proyek dan masyarakat,” ujarnya saat dimintai tanggapan, Senin, 13 Oktober 2025.

Dia  juga menyoroti pertemuan antara pihak pengembang dan tokoh masyarakat beberapa waktu lalu. Thoha mempertanyakan apakah dalam pertemuan tersebut aspek AMDAL telah dibahas secara komprehensif, mengingat kawasan Rajabasa dikenal rawan banjir.

“Kita bisa melihat dari dua sudut pandang. Karena itu, AMDAL harus dilihat secara menyeluruh—layak atau tidak layak. Ada dokumen perencanaan pengelolaan dan pemantauannya. Menolak atau menerima proyek itu harus punya dasar yang kuat. Kalau ada AMDAL, ya harus benar dan transparan,” tegasnya.

Terkait wacana pembangunan embung yang diusulkan sebagian warga sebagai solusi limpahan air di wilayah tersebut, Thoha menilai hal itu dapat membantu mengurangi potensi banjir. Namun, kelayakan pembangunan embung juga harus tercermin jelas dalam dokumen AMDAL.

“Embung itu sifatnya membantu limpahan air di wilayah sekitar. Tapi kelayakannya harus tergambar jelas dalam analisis dampak lingkungan. Semua harus tertulis dan dapat diakses,” jelasnya.

Thoha menambahkan, masyarakat yang berhak mengetahui isi AMDAL tidak hanya warga sekitar lokasi proyek, tetapi juga lembaga-lembaga yang bergerak di bidang lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

“Masyarakat itu luas, bukan hanya warga setempat, tapi juga lembaga seperti Walhi. Mereka berhak melihat dan mengkritisi AMDAL tersebut, dan Pemerintah jangan tinggal diam kalau ada keluhan masyarakat” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Tiga tahun berselang embangunan proyek Living Plaza Lampung (LPL) di kawasan Nunyai, Rajabasa, kembali berlanjut setelah sempat terlihat vakum beberapa waktu lalu. 

Tag
Share