AI Jadi Guru Kedua Siswa, Efektif atau Berisiko?

Ilustrasi AI--FOTO FREEPIK/ISTIMEWA
Ada kemungkinan siswa menggunakan AI untuk menyontek saat ujian atau menyelesaikan tugas tanpa benar-benar memahami materi. Jika kebiasaan ini berlangsung terus-menerus, kemampuan berpikir kritis siswa bisa berkurang dan mengganggu kualitas pembelajaran jangka panjang.
Selain itu, pelaksanaan ujian secara online juga membuka peluang kecurangan karena siswa bisa menjadikan AI sebagai alat bantu instan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas akademik di era digital.
Penerapan AI dalam pendidikan tidak hanya berdampak pada siswa, tetapi juga pada guru. Para pendidik dihadapkan pada tantangan besar untuk beradaptasi. Mereka perlu mengubah metode pengajaran, memahami cara kerja teknologi baru, serta menjalani pelatihan agar bisa memanfaatkannya dengan tepat.
Proses adaptasi ini tentu memerlukan waktu dan strategi yang matang. Tanpa persiapan yang baik, guru bisa kesulitan mengimbangi perkembangan teknologi dan menyesuaikan pola pembelajaran dengan kebutuhan siswa yang sudah terbiasa menggunakan AI.
Peralihan dari metode pembelajaran konvensional ke pemanfaatan AI merupakan bagian dari transformasi besar dalam dunia pendidikan. Agar transformasi ini berhasil, penerapan AI harus dirancang dengan bijak.
Tujuan utama bukan sekadar memudahkan siswa mengerjakan tugas, melainkan mendukung terciptanya generasi yang mandiri, kritis, dan memiliki etika akademik yang kuat.
AI memang membawa peluang besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi harus ditempatkan sebagai alat bantu, bukan pengganti.