Menag Ajak Sivitas UIN Raden Intan Lampung Cetak Cendekiawan Muslim Sejati

Menag Berharap UIN RIL Dapat Menjadi Rumah Peradaban--
BANDARLAMPUNG - Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A, menegaskan bahwa peran perguruan tinggi keagamaan Islam tidak sekadar mencetak ilmuwan, melainkan harus melahirkan cendekiawan muslim. Hal itu disampaikan dalam kunjungan kerjanya ke UIN Raden Intan Lampung (RIL), Jumat (12/09/2025).
Dalam arahannya, Menag menyampaikan bahwa UIN tidak hanya bertugas melahirkan ilmuwan, melainkan harus mampu mencetak cendekiawan muslim. Ia menekankan adanya perbedaan antara ilmuwan, intelektual, dan cendekiawan.
Menurutnya, ilmuwan (scientist) hanya terbatas pada penguasaan ilmu dan metodologi, namun belum tentu mengamalkan apa yang dipahami.
Sementara intelektual tidak hanya memahami ilmu, tetapi juga mengamalkannya dalam kehidupan. Namun, seorang cendekiawan memiliki derajat yang lebih tinggi karena selain memahami dan mengamalkan ilmu, ia juga mampu menghadirkan resonansi sosial di tengah masyarakat.
BACA JUGA:PLN Dukung Hilirisasi Pertanian di Lampung melalui Program Electrifying Agriculture
“Semua cendekiawan itu intelektual, tapi tidak semua intelektual itu cendekia. Semua intelektual itu ilmuwan, tapi tidak semua ilmuwan itu intelektual. Maka, yang paling tinggi adalah cendekia. Dia paham, dia mengamalkan, dan ada resonansinya dalam masyarakat. Nah, yang akan kita cetak di UIN ini bukan hanya ilmuwan, bukan hanya intelektual, tapi cendekiawan muslim,” ujar Menag.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab UIN berbeda dengan kampus lain. Mahasiswa UIN tidak hanya dituntut mengerahkan konsentrasi pikiran (concentration), tetapi juga kontemplasi batin (contemplation).
“Ada ilmu yang ditemukan dengan konsentrasi, ada yang dengan kontemplasi, dan ada yang membutuhkan keduanya. Konsentrasi itu iqra, sementara kontemplasi adalah bismirabbik. Integrasi keduanya akan melahirkan keilmuan yang utuh,” jelasnya.
Prof. Nasaruddin juga menyinggung pentingnya Kurikulum Berbasis Cinta. Ia mengingatkan bahwa formalitas belaka tidak akan membawa berkah, sementara ilmu yang lahir dari rasa dan keikhlasan akan mendarah daging.
BACA JUGA:Dari Hobi Akbar Kini Ekspor Ikan Cupang Hias
“Tanpa cinta, tidak ada berkah. Banyak orang pintar tapi kurang ajar. Mengajar dengan rasa jauh lebih berkah daripada mengajar dengan sekadar rasio,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia berharap UIN RIL dapat menjadi rumah peradaban seperti Baitul Hikmah yang dulu pernah menjadi episentrum keilmuan Islam.
“Saya ingin sekali Baitul Hikmah ada di Lampung ini. Ciri-ciri keilmuan itu harus terintegrasi. Jangan sampai UIN hanya melahirkan ahli ilmu tanpa arah, tapi harus melahirkan karya monumental yang lahir dari integrasi logika, rasa, dan spiritualitas,” ucapnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa menjadi guru tidaklah mudah. Guru menurutnya adalah profesi suci yang membutuhkan ketulusan. Ia mencontohkan kisah Nabi Yusuf yang lebih memilih penjara daripada istana demi menjaga integritas.