Aroma Kopi di Bawah Kaki Pesagi

ilustrasi -foto freepik-

Aku pun mengangguk paham, Rika mengajakku untuk datang ke pabrik kopi milik keluarganya dan akupun menyetujui ajakannya, aku ikut mobil rombongan mereka untuk pergi ke pekon tempat Rika tinggal. Sesampainya di sana aku dan Rika langsung menuju pabrik milik orang tuanya, di sana aku bertemu dengan ayah Rika, aku banyak bertanya pada ayahnya tentang Kopi.

‘’Kopi yang kami olah disini biasanya jenis robusta, buah kopi yang berwarna merah

dipetik langsung dari perkebunan milik warga kemudian langsung dikeringkan sampai

berwarna cokelat kehitaman, kemudian langsung dikupas kulitnya dan langsung ditumbuk

menggunakan lesung, tapi di zaman sekarang biasanya beberapa pabrik sudah

menggunakan mesin untuk menghasilkan bubuk kopi yang lebih halus yang kemudian akan

disangrai dan dikemas,’’ jelas Pak Saiful kepadaku

Hari ini aku bersiap kembali untuk kembali ke Ibukota, aku menaiki bus yang akan membawaku ke bandara pagi ini, aku mengucapkan banyak terimakasih kepada Mas Ilham dan Bu Rahma karena sudah memperbolehkanku menginap di rumah mereka beberapa hari ini. Aku juga berterima kasih kepada Rika yang sudah mengajakku berkunjung ke pabrik kopi milik ayahnya.

Setelah mendengar penjelasan Pak Saiful kemarin akhirnya aku menemukan jawaban mengapa Kopi Robusta di Liwa bisa sangat nikmat, mungkin Karena proses yang digunakan masih tradisional dan melibatkan banyak perjuangan serta kasih dan cinta para petani di dalamnya.

Sama seperti yang diucapkan Dara dulu, ‘’Kopi itu ngajarin tentang bagaimana kita ikhlas

dalam menghadapi proses yang panjang dalam hidup’’

Perjalananku kali ini bukan hanya sekedar Self Healing semata, tetapi dibalik itu semua ada banyak sekali pelajaran yang dapat kuambil dari Surga Robusta di bawah kaki Pesagi, Aku benar-benar mendapat semangat baru melalui perjalananku kali ini. (*)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan