Pelabuhan Bakauheni dan Merak Jadi Titik Rawan Penyelundupan Burung Ilegal

Kepala Balai Karantina Lampung drh. Donni Muksydayan dan Direktur Eksekutif FLIGHT Marison Guciano di Hotel Amalia, Bandarlampung, Kamis (21/12).- FOTO M. TEGAR MUJAHID/RADAR LAMPUNG -

BANDARLAMPUNG - Perdagangan burung liar secara ilegal sudah menjadi ancaman serius selama bertahun-tahun.

Terbukti antara Januari 2018 hingga Agustus 2023, aparat penegak hukum di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, dan Pelabuhan Merak, Banten, mencegat setidaknya 252 pengiriman ilegal sebanyak 204.329 ekor burung liar Sumatera.

Berdasarkan catatan, sebagian besar perdagangan ilegal ini dilaporkan menuju pasar-pasar burung di Pulau Jawa.

Meskipun upaya penyitaan dan penegakan hukum terus dilakukan, perdagangan ilegal burung liar Sumatera ke Jawa belum menunjukkan tanda-tanda penurunan yang cukup signifikan.

BACA JUGA:Wali Kota Bandar Lampung Tegaskan Sekolah Disabilitas Aktif di Februari 2024

Pelabuhan Bakauheni dan Merak yang menjadi dua titik rawan penyelundupan burung liar Sumatera ke Pulau Jawa pada periode Januari 2018 hingga Desember 2021.

Ini merujuk pada 'Burung Sumatra di Bawah Tekanan' yang ditulis oleh drh. Donni Muksydayan, Marison Guciano, drh. Muh. Jumadh, Akhir Santoso, Nabila Fatma, Kanitha Krishnasamy, Ramacandra Wong, Olivia H. Amstrong, Dini Pratiwi, Nityasa Namaskari, dan Serene C.L. Chng.

’’Antara Januari 2018 hingga Desember 2021, aparat penegak hukum di dua lokasi tersebut mencegat setidaknya 190 pengiriman ilegal sebanyak 158.805 ekor burung,” kata Kepala Balai Karantina Lampung, Drh Donni Muksydayan pada diskusi di Hotel Amalia, Bandar Lampung, Kamis (21/12).

“Sebagian besar dilaporkan menuju ke pasar-pasar burung di Pulau Jawa. Sekitar 82% burung dari 165 insiden disita di Pelabuhan Bakauheni,” tambah dia. 

BACA JUGA:Ekonom Sebut BI Bakal Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen

Sementara itu, Direktur Eksekutif FLIGHT Marison Guciano menjelaskan analisis penyitaan menunjukkan bahwa burung perenjak (prinia) dan burung cinenen (tailor bird) merupakan burung yang paling banyak disita, diikuti oleh burung madu (sun bird).

’’Spesies yang tidak dilindungi ini akan menghadapi penurunan populasi jika penangkapan dan perdagangan tidak diatur,” kata Marison.

Lebih lanjut, dalam laporan juga terungkap, sebanyak 8.618 burung dari 26 spesies dilindungi disita atau 57% dari total kejadian penyitaan.

Pelaku bisa dituntut hukuman karena menyelundupkan burung yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan