Bareskrim Tetapkan Enam Tersangka Kasus Beras Premium Tak Sesuai Mutu

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf menjelaskan perkembangan penyidikan kasus beras premium. -FOTO DOK. POLRI -

JAKARTA – Bareskrim Polri menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran mutu pada produksi beras premium. Para tersangka berasal dari dua perusahaan besar, yakni PT PIM dan PT FS.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, mengungkapkan tiga tersangka terbaru berasal dari PT PIM.
“Berdasarkan hasil penyidikan, kami menetapkan tiga tersangka, yakni S selaku Presiden Direktur PT PIM, AI sebagai kepala pabrik, dan DO sebagai kepala quality control,” kata Helfi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Sebelumnya, Bareskrim juga telah menetapkan tiga tersangka dari PT FS. Sehingga total tersangka dalam perkara ini mencapai enam orang.
Satgas Pangan Polri yang terlibat dalam pengusutan kasus ini telah memeriksa sebanyak 24 orang saksi dan sejumlah ahli untuk memperkuat bukti.
Investigasi yang berlangsung pada 6 hingga 23 Juni 2025 di 10 provinsi menemukan bahwa dari 268 sampel beras dari 212 merek, sebanyak 232 sampel dari 189 merek tidak memenuhi standar mutu dan takaran.
Satgas Pangan melakukan pengambilan sampel dari pasar tradisional dan modern, dilanjutkan dengan pengujian laboratorium serta pemeriksaan terhadap produsen dan ahli terkait.
Hasilnya, lima merek beras premium produksi PT FS—yakni Sentra Ramos Merah, Sentra Ramos Biru, Sentra Pulen, Sania, dan Jelita—terbukti tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk beras premium, yaitu SNI Nomor 6128:2020.
Hasil temuan tersebut diperkuat dengan uji laboratorium dari Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Pascapanen Kementerian Pertanian RI. Selain itu, penyidik juga menemukan dokumen internal berupa instruksi kerja dan notulen rapat yang menunjukkan bahwa penurunan mutu dilakukan secara sengaja oleh manajemen PT FS.
Pakar pertanian Suardi Bakri menanggapi kasus ini dengan mengaitkannya pada anomali harga beras di pasar. Ia menyebutkan harga beras yang melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak sesuai dengan data produksi yang justru mencatatkan rekor tertinggi.
“Jika stok beras melimpah, harga seharusnya stabil. Namun jika tetap tinggi, berarti ada distorsi pasar yang perlu dicermati,” ujar Suardi.
Ia menambahkan bahwa gejala pasar oligopoli atau monopoli bisa terjadi jika ada aktor besar yang mengendalikan distribusi.
“Langkah pemerintah untuk mengatasi potensi monopoli perlu diapresiasi. Karena hanya negara yang bisa menertibkan pemain besar di pasar,” katanya.
Suardi berharap pengawasan distribusi dan mutu beras terus diperketat agar masyarakat bisa memperoleh harga yang wajar dan terjangkau. (disway/c1/abd)

Tag
Share