Konflik Pertanahan di Lampung Mengemuka, Pengamat: Tata Kelola Agraria Belum Tertib

Pengamat UBL Okta Ainita menyebut konflik pertanahan di Lampung tak lepas dari tata kelola yang lemah dan belum menyentuh keadilan substantif. -FOTO IST -
Sementara, LBH Bandarlampung menilai kunjungan Nusron Wahid ke Lampung tak menyentuh akar persoalan, khususnya konflik kronis di Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah. Di sana, masyarakat tiga kampung (Negara Aji Tua, Negara Aji Baru, dan Bumi Aji) terlibat sengketa panjang dengan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) atas lahan seluas hampir 1.000 hektare.
Masyarakat mengklaim telah menggarap lahan tersebut sebelum HGU diberikan, namun sejak 1972 hingga kini hak mereka belum diakui. Bahkan, aksi damai ribuan warga sejak April 2025 belum membuahkan hasil konkret. Mereka menuntut pencabutan HGU, pembebasan petani yang dikriminalisasi, dan penghentian intimidasi aparat di wilayah sengketa.
Kekerasan yang terjadi pada September 2023, termasuk penggusuran paksa dengan pengerahan ribuan aparat, menjadi bukti nyata bahwa negara lebih berpihak pada perusahaan. Keadilan substantif sangat jauh dari jangkauan rakyat kecil.
LBH Bandarlampung yang mendampingi warga mendesak pembentukan pansus agraria, evaluasi legalitas HGU, dan reformasi tata kelola pertanahan. Namun hingga kini, belum ada langkah struktural dari pemerintah daerah maupun pusat.
Tanpa reformasi yang menyentuh akar persoalan, kunjungan pejabat hanya menjadi simbol. Rakyat tidak butuh seremoni, mereka butuh keadilan atas tanah yang telah menjadi ruang hidup mereka secara turun-temurun. (pip/c1/abd)