Rupiah Melemah ke Rp16.320, Dipengaruhi Kuatnya Sektor Jasa AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah ke Rp16.320, terpengaruh data ekonomi AS, terutama sektor jasa yang masih tumbuh solid. -FOTO IST -
JAKARTA – Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dipengaruhi kekuatan sektor jasa AS yang tetap solid.
Research and Development ICDX Taufan Dimas Hareva menyebut pelemahan rupiah kali ini terjadi di tengah data ekonomi AS yang menunjukkan perbedaan arah antara sektor manufaktur dan jasa.
“Rupiah kembali mengalami pelemahan. Hal ini dipicu oleh penguatan dolar AS yang cenderung tertahan setelah rilis data ekonomi AS yang beragam. PMI manufaktur melemah, namun sektor jasa tetap solid,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat (25/7).
Pada akhir perdagangan Jumat, rupiah ditutup melemah 25 poin atau 0,15 persen ke posisi Rp16.320 per dolar AS, dibandingkan sebelumnya Rp16.295.
Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga tercatat melemah ke level Rp16.325 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.283.
Berdasarkan data S&P Global US Flash PMI, indeks output Komposit PMI AS naik dari 52,9 pada Juni menjadi 54,6 di bulan ini, didorong lonjakan aktivitas sektor jasa. PMI Jasa meningkat menjadi 55,2 dari 52,9, menunjukkan pertumbuhan tertinggi sejak Desember 2024.
Sebaliknya, sektor manufaktur menunjukkan pelemahan. Indeks Output Manufaktur AS turun dari 52,1 ke 51,2, sementara PMI Manufaktur anjlok dari 52,9 menjadi 49,5 — di bawah ambang batas 50 yang menandai kontraksi.
“Data-data ekonomi tersebut memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan mendatang. Ini membuka peluang stabilisasi untuk mata uang negara berkembang seperti rupiah,” jelas Taufan.
Ia menambahkan, pasar saat ini juga mencermati data pesanan barang tahan lama (Durable Goods Orders) AS yang dijadwalkan rilis dalam waktu dekat dan bisa memengaruhi arah dolar dalam jangka pendek.
Bank Indonesia (BI) melaporkan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) pada Juni 2025 mengalami pertumbuhan tahunan (year on year/yoy) sebesar 6,5 persen, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 4,9 persen. Nilai total M2 tercatat mencapai Rp9.597,7 triliun.
“Pertumbuhan M2 pada bulan Juni tercatat sebesar 6,5 persen yoy, meningkat dibandingkan Mei yang berada di level 4,9 persen yoy, sehingga totalnya mencapai Rp 9.597,7 triliun,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (22/7).
Ia menjelaskan bahwa peningkatan ini terutama dipengaruhi oleh naiknya uang beredar sempit (M1) sebesar 8,0 persen yoy, serta pertumbuhan uang kuasi yang mencapai 4,7 persen yoy.
Lebih lanjut, peningkatan likuiditas juga didorong oleh naiknya penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih. Penyaluran kredit tumbuh sebesar 7,6 persen yoy pada Juni, meskipun sedikit melambat dibandingkan Mei yang tercatat sebesar 8,1 persen yoy.
BI menegaskan bahwa data kredit tersebut hanya mencakup pinjaman langsung (loans), tidak termasuk instrumen keuangan seperti surat berharga, tagihan akseptasi, maupun tagihan repo. Selain itu, kredit dari kantor cabang bank umum di luar negeri, serta pinjaman kepada pemerintah pusat dan non-penduduk, juga tidak dihitung dalam data ini.
Sementara itu, aktiva luar negeri bersih mencatat pertumbuhan sebesar 3,9 persen yoy, relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, tagihan bersih kepada pemerintah pusat mengalami kontraksi sebesar 8,2 persen yoy, membaik dibandingkan Mei yang terkontraksi hingga 25,7 persen yoy.
Di sisi lain, uang primer (M0) adjusted pada Juni 2025 meningkat sebesar 8,6 persen yoy, melanjutkan tren pertumbuhan dari Mei yang sebesar 14,5 persen yoy. Jumlah M0 adjusted pada Juni tercatat mencapai Rp 1.957,1 triliun.
Pertumbuhan ini dipicu oleh kenaikan uang kartal yang diedarkan ke masyarakat sebesar 9,0 persen yoy serta peningkatan giro bank umum di Bank Indonesia (adjusted) sebesar 8,1 persen yoy.
Bank sentral menambahkan bahwa pertumbuhan M0 adjusted mencerminkan efektivitas kebijakan pengendalian moneter yang telah memperhitungkan dampak insentif likuiditas.
Diketahui Asisten Gubernur Bank Indonesia Erwin Haryono menyebut likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Juli 2024 tetap tumbuh.
Posisi M2 pada Juli 2024 tercatat sebesar Rp 8.970,8 triliun atau tumbuh sebesar 7,4 persen (yoy).
Sedangkan pada Juni, kata Erwin dalam keterangan persnya, Kamis (23/8) tumbuh sebesar 7,7 persen (yoy).
Kata Erwin, perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,3 persen (yoy) dan uang kuasi 7,2 persen (yoy).
Erwin menjelaskan, perkembangan M2 pada Juli 2024 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat.
Penyaluran kredit pada Juli 2024 tumbuh sebesar 11,6 persen (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 11,4 persen (yoy).
Sedangkan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat tumbuh sebesar 15,8 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Juni 2024 sebesar 14,1 persen (yoy).
“Sementara itu, aktiva luar negeri bersih terkontraksi sebesar 0,1 persen (yoy), setelah tumbuh sebesar 3,1 persen (yoy) pada Juni 2024,” ungkapnya. (ant/c1/abd)