Setop Kompromi terhadap Kendaraan ODOL!

Aditya Mahatidanar Hidayat, Ph.D., pengamat tranportasi UBL. --FOTO ISTIMEWA
BANDARLAMPUNG – Penyelesaian masalah kendaraan over dimension over loading (ODOL) di Lampung harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Hal ini diungkapkan Aditya Mahatidanar Hidayat, Ph.D., pengamat transportasi dari Universitas Bandar Lampung (UBL).
’’Sebagai pengamat transportasi, saya memandang penyelesaian masalah ODOL harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Pemerintah harus tegas dalam menghentikan kompromi terhadap kendaraan ODOL," tegas Aditya yang juga sebagai pembina Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Lampung via telepon WhatsApp, Jumat (25/7).
Aditya menilai fenomena truk ODOL tidak hanya menimbulkan kerusakan infrastruktur secara masif. ’’Namun juga mengancam keselamatan pengguna jalan, memperbesar biaya logistik, serta menjadi beban fiskal yang terus berulang bagi pemerintah daerah dan pusat,’’ ujarnya.
Jalan yang baru diperbaiki, kata Aditya, dalam waktu singkat kembali rusak akibat beban kendaraan yang melebihi kapasitas teknis jalan. ’’Kondisi ini merupakan bentuk nyata dari kegagalan tata kelola transportasi angkutan barang lintas wilayah,’’ ungkapnya.
Menurut Aditya, ada enam langkah strategis yang perlu segera diambil oleh pemerintah provinsi bersama pemerintah pusat dan pemerintah provinsi tetangga.
Pertama, regulasi yang kuat harus segera diberlakukan. Rencana Gubernur Lampung untuk menerbitkan peraturan gubernur tentang pembatasan kendaraan ODOL perlu didukung dan disegerakan. Bahkan, bila perlu ditingkatkan ke tingkat peraturan daerah untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam penegakan.
Kedua, penegakan hukum harus berbasis teknologi dan konsisten. Reaktivasi jembatan timbang dan pemasangan sistem weigh-in-motion (WIM) di titik-titik strategis seperti pintu tol dan jalan nasional menjadi keharusan. Penegakan hukum berbasis data real-time akan mengurangi praktik ’’main mata” di lapangan dan memberikan efek jera yang nyata kepada pelanggar.
Ketiga, pembatasan jam operasional angkutan batu bara dan pengaturan konvoi harus dijaga ketat.
Ketentuan agar kendaraan hanya melintas malam hari, dengan jumlah terbatas dalam satu rombongan, sambung Aditya, harus diawasi dan diberikan sanksi tegas bila dilanggar.