SKK Migas: Satu Proyek Migas Siap Berproduksi, Susul Empat Proyek yang Sudah On Stream

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro saat memberikan keterangan kepada media di Jakarta, Jumat (25/7). -FOTO ANTARA -

JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan bakal ada satu proyek minyak dan gas bumi (migas) yang segera berproduksi atau on stream dalam waktu dekat.
Proyek ini akan menyusul empat proyek lain yang telah lebih dulu beroperasi sejak awal 2025.
“Dalam waktu dekat ini ada satu proyek lagi yang akan on stream,” ujar Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D Suryodipuro, saat ditemui di Jakarta, Jumat (25/7).
Hudi menjelaskan bahwa SKK Migas menargetkan 15 proyek migas akan mulai berproduksi sepanjang 2025. Hingga akhir Juli ini, sebanyak empat proyek telah resmi beroperasi.
Empat proyek tersebut adalah: Terubuk Medco E&P Natuna – mulai berproduksi pada 24 April 2025, Balam GS Upgrade PT Pertamina Hulu Rokan – 16 Mei 2025. Leteng Tengah Rawa Expansion Medco E&P Grissik Ltd. – 14 Maret 2025, BUIC-C14 ExxonMobil Cepu Ltd. – 23 Juni 2025
Hudi menambahkan bahwa proyek yang akan segera on stream merupakan lanjutan dari proyek-proyek yang sudah lebih dulu berproduksi.
Untuk kuartal ketiga 2025, tiga proyek migas dijadwalkan akan mulai beroperasi, yaitu: NDD A14 Stage-2 (PHR), Akasia Bagus Stage-1 (PEP). Dan Karamba (Indosino O&G).
“Itu (proyek yang akan segera on stream) merupakan tindak lanjut dari proyek yang sudah mulai berproduksi tahun ini. Jadi ada tambahan dari situ,” jelas Hudi.
Saat ini, masih ada 11 proyek migas lainnya yang menjadi pekerjaan rumah SKK Migas agar target produksi tahun ini dapat tercapai. Menurut Hudi, percepatan realisasi proyek-proyek tersebut sangat penting untuk memenuhi target lifting migas dalam APBN 2025.
Ia mengingatkan bahwa jika tidak ada eksplorasi dan temuan baru, maka target lifting migas berisiko meleset.
“Secara alamiah, industri hulu migas mengalami penurunan. Banyak fasilitas tua, dan sumur-sumur yang sudah berproduksi selama puluhan tahun,” ungkapnya.
Meski begitu, Hudi tetap optimistis bahwa target lifting minyak dalam APBN 2025 sebesar 605 ribu barel per hari (bph) bisa dicapai.
“Insyaallah, kami terus berupaya. Sampai saat ini kami masih cukup optimistis bahwa untuk pertama kalinya, target APBN itu bisa tercapai,” pungkasnya.
Sebelumnya, Industri pengolahan nonmigas mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional yang tecermin dari catatan pada kuartal I tahun 2025 sebesar 17,50 persen. Capaian ini naik dibanding periode yang sama pada tahun 2024 sebesar 17,47 persen, dan lebih tinggi dari sumbangsih sepanjang tahun 2024 yang berada di angka 17,16 persen.
Raihan tersebut juga tercatat meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2022 pasca Covid-19 melanda Indonesia. Kontribusi ekonomi industri pengolahan nonmigas memiliki tren peningkatan sampai dengan triwulan I 2025 ini.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan apresiasi terhadap para pelaku industri manufaktur di Tanah Air. Sebab, kinerja positif ini merupakan wujud nyata dari resiliensi dan daya saing industri nasional di tengah gejolak dampak ekonomi global dan banjir produk impor murah di pasar domestik.
“Tren peningkatan kontribusi industri pengolahan nonmigas ini adalah sinyal positif bahwa upaya pemerintah dalam memperkuat struktur industri terus berjalan, karena untuk menciptakan industri yang terintegrasi dari hulu sampai hilir dan menghasilkan nilai tambah tinggi bagi perekonomian serta penyerapan tenaga kerja,” ujar Agus.
Menurut Agus, salah satu strategi utama yang terus dipacu untuk lebih menguatkan rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, antara lain melalui kebijakan hilirisasi industri dan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang diwujudkan dalam kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Kami telah memulai reformasi kebijakan TKDN sejak awal Januari 2025 lalu. Hal ini menjadi krusial untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, dan penciptaan lapangan kerja,” urainya.
Selain itu, lanjut Menperin, hilirisasi adalah kunci untuk mengubah paradigma ekonomi berbasis komoditas mentah menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. Kebijakan ini terbukti memberikan efek yang luas bagi perekonomian nasional di antaranya membuka lapangan kerja, memperluas investasi, dan meningkatkan nilai ekspor.
“Dengan kombinasi kebijakan hilirisasi, peningkatan TKDN, serta transformasi industri berbasis teknologi dan riset, kami optimistis kinerja dan kontribusi ekonomi sektor industri manufaktur akan terus meningkat dan menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan,” tegasnya.
BPS mencatat, industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 4,31 persen pada kuartal I 2025. Adapun sektor-sektor yang menjadi penopang kinerja industri manufaktur pada periode tersebut, antara lain industri makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 6,04 persen. Hal ini didukung oleh permintaan yang cukup tinggi selama Ramadan dan Idul Fitri.
Selanjutnya, disokong oleh kinerja industri logam dasar yang tumbuh sebesar 14,47 persen, sejalan dengan peningkatan permintaan luar negeri untuk logam dasar, khususnya besi dan baja. Selain itu, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang tumbuh sebesar 6,95 persen karena didorong oleh peningkatan permintaan domestik pada momen Ramadan dan Idul Fitri, serta peningkatan ekspor.
Sementara itu, Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih eskalatif, pemerintah Indonesia harus mendorong low cost economy. “Paling tidak ada empat hal yang bisa didorong oleh pemerintah. Pertama, penyediaan energi yang murah. Kedua, mendorong infrastruktur dan logistik yang efisien. Ketiga, clustering ekonomi dan ekosistem bisnis. Keempat, mendorong produktivitas tenaga kerja,” ujar Ajib. (ant/c1/abd)

Tag
Share