Nabi Ibrahim, Salah Satu Nabi yang Paling Taat dan Setia kepada Allah SWT

--FOTO ISTIMEWA
Raja Namrud bahkan pernah bermimpi tentang adanya seorang anak yang akan menggulingkannya dari tahtanya, sehingga dia memerintahkan pembunuhan semua bayi laki-laki yang lahir pada saat itu.
Namun, orang tua Nabi Ibrahim menyembunyikan putranya dalam sebuah gua untuk melindunginya dari ancaman tersebut. Sejak usia dini, Nabi Ibrahim sudah menunjukkan ketidakpuasan terhadap praktik penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaumnya. Ia sering mempertanyakan kepada ayahnya tentang manfaat dan kebenaran dari patung-patung yang mereka sembah.
Pertanyaan-pertanyaan kritis ini menunjukkan bahwa sejak kecil, Nabi Ibrahim memiliki pemikiran yang mendalam dan keinginan kuat untuk mencari kebenaran. Kisah masa kecil Nabi Ibrahim ini menjadi bukti bahwa pencarian akan kebenaran dan keimanan dapat dimulai sejak usia dini.
Keteguhan hati dan keberanian Nabi Ibrahim dalam mempertanyakan tradisi yang salah menjadi teladan bagi generasi muda untuk selalu mencari kebenaran dan tidak takut untuk berbeda pendapat demi mencapai keyakinan yang benar.
Pada suatu malam, ketika langit gelap, Ibrahim melihat sebuah bintang yang bersinar terang. Ia berpikir, ’’Inilah Tuhanku.” Namun, ketika bintang itu terbenam, ia berkata, ’’Aku tidak suka kepada yang terbenam.”
Kemudian ia melihat bulan terbit dan kembali berpikir, ’’Inilah Tuhanku.” Namun, ketika bulan itu terbenam, ia menyadari bahwa bulan juga tidak layak disembah. Akhirnya, ketika melihat matahari terbit, ia berkata, ’’Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, ia menyadari bahwa matahari pun tidak layak disembah. Melalui perenungan ini, Ibrahim menyimpulkan bahwa Tuhan yang sejati adalah Dia yang menciptakan langit dan bumi, yang tidak pernah terbenam atau hilang.
Pencarian spiritual ini menunjukkan ketajaman akal dan kepekaan hati Ibrahim dalam mencari kebenaran. Ia tidak menerima begitu saja tradisi yang ada, melainkan mempertanyakan dan mencari jawaban yang memuaskan akal dan hatinya. Proses ini mengantarkannya pada keyakinan bahwa hanya Allah SWT, Pencipta segala sesuatu, yang layak disembah.
Setelah menemukan kebenaran ini, Ibrahim tidak hanya menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ia merasa terpanggil untuk mengajak ayahnya dan kaumnya meninggalkan penyembahan berhala dan beriman kepada Allah SWT. Namun, ajakannya ditolak. Bahkan, ia menghadapi ancaman dari ayahnya dan masyarakat.