Harkitnas, Refleksi Arah Perjuangan Indonesia Kini

AJAK REFLEKSI HARKITNAS: Ketua DPR RI Puan Maharani mengajak seluruh elemen bangsa menjadikan Harkitnas 2025 sebagai momentum refleksi atas arah perjuangan Indonesia saat ini.-FOTO IST/JPC -
JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani mengajak seluruh elemen bangsa menjadikan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2025 sebagai momentum refleksi atas arah perjuangan Indonesia saat ini. Dia menekankan pentingnya membangkitkan semangat kebangsaan di tengah tantangan zaman.
’’Kita patut mengenang semangat para pendiri bangsa yang memulai kebangkitan nasional dengan keberanian dan tekad besar. Namun hari ini, kebangkitan itu harus dimaknai sebagai keberanian kolektif untuk membenahi hal-hal mendasar yang masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” kata Puan, Selasa (20/5).
Menurutnya, Kebangkitan Nasional didorong oleh terbentuknya organisasi Budi Utmo pada 20 Mei 1908, gagasan Dr Sutomo dan para mahasiswa STOVIA (sekolah kedokteran untuk pribumi). Sutomo dan teman-temannya berniat mendirikan organisasi yang bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan budaya.
Gagasan tersebut muncul setelah mereka melihat kondisi bangsa Indonesia yang saat itu sangat memprihatinkan akibat kolonialisme Belanda. Dr Sutomo bersama para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo demi mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dari bangsa lainnya.
Tonggak sejarah bangsa Indonesia berikutnya adalah Sumpah Pemuda yang diucapkan saat Kongres Pemuda Il di Jakarta pada 28 Oktober 1928 sebagai ikrar yang diucapkan para pemuda Indonesia untuk menggapai cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Para pemuda saat itu mengakui bahwa tanah air mereka satu yakni tanah air Indonesia. Mereka menegaskan bahwa bangsa mereka satu yaitu bangsa Indonesia. Dan mereka menjunjung tinggi satu bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Peristiwa terakhir yang menjadi tonggak sejarah Indonesia adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Naskah Proklamasi dibacakan oleh Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia, Sukarno pada 17 Agustus 1945, di kediamannya, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Karena itu, Puan mengingatkan sejarah panjang Indonesia ini tak boleh dilupakan. “Menjadi tugas kita bersama untuk mengenang perjalanan bangsa meski zaman terus berubah. Kalaupun ada pil pahit dalam sejarah, itu bagian dari berdirinya Indonesia yang tidak boleh dilupakan,” tegasnya.
Puan lalu mengutip semboyan yang disampaikan Bung Karno sebagai upaya mengingatkan bangsa Indonesia untuk tidak melupakan sejarah perjuangan kemerdekaan dan jasa para pahlawan dan pendiri bangsa.
“Jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah! Ini penting agar generasi muda tidak salah memaknai sejarah bangsanya sendiri,” tegas Puan.
“Sejarah adalah cermin perjalanan bangsa yang membentuk identitas kita, dan hanya dengan memahami dan menghargainya, kita dapat melangkah maju dengan bijaksana,” tambahnya.
Lebih lanjut, Puan menyoroti sejumlah tantangan nyata yang dihadapi Indonesia, seperti ketimpangan sosial, belum
meratanya kualitas pendidikan, serta rendahnya kepercayaan publik terhadap institusi negara. Menurutnya, semangat kebangkitan nasional bisa dijalankan dengan memperjuangkan nilai-nilai keadilan, transparansi, dan keberpihakan terhadap rakyat kecil. “Kita tidak bisa menutup mata terhadap kesenjangan yang masih dirasakan banyak saudara kita di pelosok negeri. Pertumbuhan harus dirasakan secara merata, bukan hanya tercermin dalam angka-angka. Demokrasi harus menjangkau semua lapisan masyarakat, bukan hanya menjadi milik segelintir kelompok,” pungkasnya. (jpc/c1/rim)