ASEAN Kompak Hadapi Kebijakan Trump

Donald Trump-foto net-
Dalam hal ini, struktur proteksi sektor-sektor domestik seperti otomotif, pertanian, dan tekstil yang semula dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri justru menjadi titik lemah yang dimanfaatkan oleh AS untuk menyerang balik.
“Dengan ancaman tarif resiprokal, Indonesia harus mengevaluasi secara kritis apakah proteksi tarif yang selama ini diberlakukan masih efektif, atau justru merugikan kepentingan perdagangan nasional. Penyusunan ulang struktur tarif dan insentif perlu dilakukan secara strategis, dengan mempertimbangkan data empiris serta arah pasar global,” pungkas Freesca.
Jika dilihat berdasarkan daya dukung dan kekuatan struktural, ketahanan Indonesia terhadap tekanan eksternal sangat bergantung pada kapasitas internal nasional.
Infrastruktur logistik yang efisien, kemampuan produksi industri yang adaptif, dan daya saing teknologi menjadi fondasi utama.
Untuk itu, Indonesia perlu membangun ekosistem industri yang tidak hanya kuat dalam kuantitas produksi, tetapi juga dalam inovasi dan efisiensi.
Peran riset dan pengembangan (litbang) harus ditingkatkan secara signifikan, baik melalui insentif fiskal maupun kemitraan dengan sektor swasta dan perguruan tinggi.
Diberitakan sebelumnya, Negara-negara pengekspor barang bernilai tambah rendah seperti Vietnam dan Thailand menjadi korban paling parah dalam gelombang tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Trump menetapkan tarif dasar 10% untuk seluruh impor ke AS, tetapi negara-negara Asia Pasifik menghadapi tambahan tarif jauh lebih tinggi.
Vietnam dikenai tarif hingga 46%, disusul Kamboja 49%, Sri Lanka 44%, dan Bangladesh 37%. Thailand tak luput dari hantaman, dengan tarif mencapai 36% dilansir dari ING Think.
BACA JUGA:Drainase di Lampung Kurang Baik, Jalan Cepat Rusak
’’Vietnam adalah negara dengan defisit perdagangan terbesar kedua terhadap AS setelah Tiongkok. Tarif setinggi itu diperkirakan mengancam hingga 5,5% dari produk domestik bruto (PDB) Vietnam,” kata analis.
Sementara Thailand, dengan eksposur ekspor ke AS sebesar 9% dari PDB, berisiko kehilangan 3% dari PDB-nya dalam jangka menengah.
Sebaliknya, negara-negara ekonomi besar seperti India, Jepang, dan Korea Selatan masih punya ruang bernapas
Meskipun terkena tarif sekitar 24–26%, sektor unggulan mereka seperti farmasi dan semikonduktor dikecualikan, melindungi sebagian besar nilai ekspor mereka.
Dengan ekspor bernilai tinggi dan defisit perdagangan terhadap AS, Negeri Singa hanya dikenai tarif 10%, serta mendapat pengecualian di sektor farmasi yang berkontribusi besar pada ekonominya.