KPU dan Bawaslu Sulsel Diperiksa Terkait Dugaan Tanda Tangan Palsu di Pilgub Sulsel 2024
Ketua Majelis Panel 2 Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menuntut penjelasan lebih rinci terkait tuduhan tanda tangan palsu dalam Pilgub Sulsel 2024. -FOTO IST -
JAKARTA – Ketua Majelis Panel 2 Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra memberikan pertanyaan tajam kepada KPU dan Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) mengenai tuduhan adanya sejuta tanda tangan palsu dalam Pilgub Sulsel 2024 yang dilaporkan oleh pasangan calon nomor urut 1 Moh. Ramdhan “Danny” Pomanto-Azhar Arsyad (DIA). Saldi meminta penjelasan mendalam terkait dugaan tanda tangan palsu yang dinilai sangat signifikan.
“Jumlah sejuta itu kan signifikan. Makanya kami ingin penjelasan yang lebih komprehensif dari termohon terkait masalah ini. Di situ, pemilihnya banyak dan ada tanda tangan yang sama. Itu yang kami perlukan penjelasannya. Tolong jelaskan dengan lebih detail,” ujar Saldi dalam sidang MK pada Senin (20/1).
Saldi menambahkan bahwa Kota Makassar, sebagai ibu kota Sulawesi Selatan, memiliki tingkat pendidikan yang tidak lebih rendah dibandingkan kota-kota lain, seperti Padang di Sumatera Barat.
Menurutnya, jika pemilih datang untuk memilih, tidak seharusnya ada masalah terkait tanda tangan yang banyak dan harus diberikan penjelasan dengan bukti yang kuat.
Setelah penjelasan dari pihak Bawaslu, Saldi Isra pun melanjutkan dengan mengajukan pertanyaan kepada KPU Sulsel. “Apa yang bisa dijelaskan oleh KPU sebagai pihak yang utama dalam hal ini? Coba jelaskan. Kalau hanya satu atau dua yang lupa tanda tangan, itu masuk akal, tapi kalau puluhan orang dalam satu TPS tidak menandatangani, itu pertanyaan besar,” kata Saldi.
Menyikapi jalannya sidang, juru bicara pasangan DIA, Asri Tadda, menilai bahwa kecurangan dalam Pilgub Sulsel sangat jelas terlihat.
“Alhamdulillah, kami sudah mengikuti jalannya sidang. Terlihat bahwa pihak termohon, dalam hal ini KPU Sulsel dan Bawaslu Sulsel, sangat sulit menjelaskan soal fakta pemilih yang tidak menandatangani atau tanda tangan pemilih yang dipalsukan,” ujar Asri.
Gugatan utama pasangan DIA di MK berkisar pada dugaan tanda tangan palsu yang ditemukan di setiap TPS se-Sulawesi Selatan. Asri menjelaskan bahwa dugaan ini bermula dari pembatasan partisipasi pemilih yang dilakukan dengan berbagai cara, termasuk tidak mendistribusikan undangan memilih kepada wajib pilih.
“Pihak yang tidak hadir di TPS digunakan hak pilihnya oleh oknum KPPS untuk memilih pasangan tertentu dan membubuhkan tanda tangan palsu atas nama pemilih tersebut. Ini dilakukan secara terstruktur dan masif,” ungkap Asri.
Tim dari pasangan Danny-Azhar mengklaim telah menemukan dugaan tanda tangan palsu dengan jumlah yang mencapai 90 hingga 130 per TPS. “Kalau dirata-rata, kami temukan sekitar 110 tanda tangan palsu per TPS dari total 14.548 TPS di Sulsel. Dengan demikian, ada sekitar 1.600.280 tanda tangan palsu,” jelas Asri.
Sebelumnya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan kepada sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat (KPU Jabar) terkait pelanggaran dalam penanganan aduan dari anggota DPR RI Ribka Tjiptaning, terkait dugaan penggelembungan suara dalam Pemilu 2024.
Peringatan tersebut dijatuhkan oleh DKPP setelah menindaklanjuti laporan terkait pemilihan anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat IV, yang diduga tidak ditangani dengan maksimal oleh KPU Kabupaten Sukabumi.
“Menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu 9 Ahmad Nur Hidayat selaku Ketua merangkap anggota KPU Provinsi Jawa Barat, teradu 6 Ummi Wahyuni, teradu 8 Aneu Nursifah, teradu 11 Abdullah Sapi’i dan teradu 12 Hedi Ardia, masing-masing selaku anggota KPU Provinsi Jawa Barat,” ujar Anggota DKPP Muhammad Tio Aliansyah saat membacakan putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (20/1).
Selain itu, DKPP juga menyatakan KPU Kabupaten Sukabumi terbukti melakukan pelanggaran karena tidak mengakomodasi aduan Ribka Tjiptaning, yang mengklaim adanya penggelembungan suara Partai Amanat Nasional (PAN) untuk dapil Jawa Barat IV. Ribka Tjiptaning mendalilkan bahwa suara PAN digelontorkan secara masif dan sistematis.