UNIOIL
Bawaslu Header

Sejarah dan Hikmah Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW

Drs. Hi. Makmur, M.Ag. (Kepala Kementerian Agama Bandarlampung)--

Oleh: Drs. Hi. Makmur, M.Ag. (Kepala Kementerian Agama Bandarlampung)

DALAM sejarah Islam, terdapat tiga peristiwa perjalanan penting yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Pertama adalah hijrah dari Makkah ke Madinah.

Perjalanan ini menandai awal baru dalam penyebaran Islam, di mana Nabi Muhammad SAW dan para sahabat meninggalkan Makkah menuju Madinah untuk membangun masyarakat Islam yang kokoh.

BACA JUGA:Tradisi Unik Perayaan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW di Indonesia

Kedua, Fathu Makkah. Perjalanan ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW beserta pasukan muslimin kembali dari Madinah ke Makkah untuk membuka kota suci tersebut secara damai, menandai kemenangan besar dalam sejarah Islam.

Ketiga  adalah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW dari Masjidilharam di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke langit ketujuh hingga Sidratul Muntaha. Peristiwa ini dikenal sebagai Isra Mikraj.

Secara bahasa, Isra Mikraj berasal dari dua kata. Isra berasal dari kata Arab ’’sara” yang berarti "perjalanan malam”. Maksudnya adalah perjalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Masjidilharam (Makkah) ke Masjidil Aqsa (Palestina). Sedangkan Mikraj berarti alat untuk naik atau tangga, yang dalam konteks ini merujuk pada perjalanan naiknya Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsa ke langit ketujuh hingga Sidratul Muntaha.

 

Dengan demikian, Isra Mikraj adalah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW yang dilakukan dalam sebagian malam, dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian naik ke langit ketujuh hingga Sidratul Muntaha dengan tujuan untuk menerima perintah kewajiban salat, yang di pardukan dalam sehari semalam adalah lima waktu. Peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab menurut kalender Hijriyah, dan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Isra Mikraj bukan hanya peristiwa agung, tetapi juga tonggak sejarah kebangkitan spiritual bagi umat Islam.

 

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman: "Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."  (QS. Al-Isra: 1). Ayat ini memperjelas tentang perjalanan spritual Nabi Muhammad yang di iringi dengan kebesaran dan ke Maha kuasaan Allah swt.

 

 SEJARAH PERJALANAN ISRA MIKRAJ

Isra Mikraj adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang menjadi titik balik dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-10 kenabian, setelah Nabi Muhammad SAW mengalami tahun duka cita, yang disebut sebagai 'Amul Huzn, karena wafatnya Khadijah RA dan Abu Thalib. Perjalanan Isra Mikraj terdiri dari dua bagian: Isra, perjalanan malam dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, dan Mikraj, perjalanan dari Masjidil Aqsa ke langit ketujuh hingga Sidratul Muntaha.

 

Perjalanan Isra dimulai dari Masjidil Haram. Malaikat Jibril datang membawa Buraq, kendaraan yang lebih cepat dari cahaya. Nabi Muhammad SAW naik Buraq dan melakukan perjalanan dari Mekkah ke Palestina. Sesampainya di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat dua rakaat dan menjadi imam bagi para nabi yang telah wafat sebelumnya.

LANGIT PERTAMA HINGGA LANGIT KETUJUH

Setelah salat di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad SAW bersama Malaikat Jibril melanjutkan perjalanan ke langit pertama. Di sini, Nabi bertemu dengan Nabi Adam AS. Nabi Adam menyambut Nabi Muhammad SAW dan mendoakan umatnya. Di langit kedua, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS. Keduanya menyambut Nabi Muhammad SAW dengan penuh hormat dan memberikan salam serta doa untuk umatnya. Perjalanan berlanjut ke langit ketiga, di mana Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Yusuf AS. Nabi Yusuf dikenal dengan ketampanannya yang luar biasa. Dia juga menyambut Nabi Muhammad SAW dengan hangat.

Di langit keempat, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Idris AS. Nabi Idris dikenal sebagai nabi yang sangat tekun dalam ibadah dan pengetahuan. Beliau juga memberikan salam dan doa kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, di langit kelima, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun AS. Nabi Harun adalah saudara Nabi Musa dan juga seorang nabi yang dihormati. Beliau memberikan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Di langit keenam, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Musa AS. Nabi Musa adalah nabi yang memiliki hubungan yang sangat kuat dengan Allah SWT dan dikenal dengan kisahnya yang penuh ujian. Beliau juga memberikan salam dan doa kepada Nabi Muhammad SAW. Di langit ketujuh, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim AS, bapak dari para nabi. Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma'mur, tempat ibadah bagi para malaikat. Nabi Ibrahim menyambut Nabi Muhammad SAW dan mendoakan umatnya.

SIDRATUL MUNTAHA

Setelah menempuh perjalanan panjang dan menakjubkan dari Masjidilharam hingga melewati tujuh lapis langit, Nabi Muhammad SAW akhirnya mencapai titik tertinggi dari perjalanan spiritualnya, yaitu Sidratul Muntaha. Tempat ini digambarkan sebagai batas akhir perjalanan manusia dan merupakan tempat yang sangat dekat dengan Allah SWT.

Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW diperkenankan untuk bertemu langsung dengan Allah SWT. Pertemuan ini merupakan sebuah kehormatan yang sangat besar bagi seorang hamba, dan tentu menjadi dambaan bagi para hamba yang bertakwa kepada-Nya.

Pengalaman spiritual yang dialami Nabi Muhammad SAW di Sidratul Muntaha sangatlah mendalam dan sulit untuk digambarkan dengan kata-kata. Beliau menerima wahyu langsung dari Allah SWT yang berisi perintah shalat lima waktu. Perintah ini merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam dan menjadi salah satu rukun Islam yang paling penting.

Tentang perintah sholat ini awalnya, Allah SWT memerintahkan shalat sebanyak lima puluh waktu. Namun, atas saran Nabi Musa AS yang ditemui Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan turun, Nabi Muhammad SAW kembali kepada Allah untuk memohon keringanan. Akhirnya, jumlah shalat dikurangi menjadi lima waktu, namun tetap dengan pahala lima puluh waktu.

Setelah menerima perintah shalat, Nabi Muhammad SAW kembali ke bumi dan ke Mekkah dalam waktu yang sangat singkat. Ketika pagi tiba, Nabi Muhammad SAW menceritakan peristiwa luar biasa ini kepada penduduk Mekkah. Banyak yang tidak mempercayai cerita ini, namun peristiwa ini menjadi ujian keimanan bagi umat Islam.

HIKMAH DAN PELAJARAN ISRA MIKRAJ

Untuk membahas hikmah Isra Mikraj tentu saja banyak versi dan persepsi yang tidak akan sama antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi sekalipun berbeda sudah barang tentu semuanya mengandung hikmah dan kebaikan. ada beberapa hikmah yang bisa di jelaskan dari perjalanan isra mikraj Nabi Muhammad saw.

Pertama, Hikmah pembersihan dan pensucian dada Nabi Muhammad SAW sebelum perjalanan Isra Mikraj memiliki makna spiritual yang mendalam dan berkaitan dengan integritas moral. ini artinya setiap kita akan memulai pekerjaan dan ingin meraih sesuatu yang baik, terlebih ketika kita ingin memerangi segala keburukan seperti Korupsi, Judi dan segala macam kemaksiatan lainnya, maka kita harus memulai dari diri kita sendiri dengan cara membersihkan diri dari sifat sifat buruk seperti iri, dengki dan penyakit hati yang laiinya.  Menjadi orang yang berintegritas dahulu baru kita bisa menegakan integritas. terlebih jika kita ingin mendekatkan diri kepada Yang Maha suci Allah SWT dan ingin mendapat derajat yang tinggi di sisiNya, maka kita harus terlebih dahulu dalam keadaan suci dan berakhlak mulia.

 

Dengan demikian, pembersihan dada Nabi Muhammad SAW sebelum Isra Mikraj mengajarkan bahwa integritas moral dimulai dari hati yang bersih, niat yang tulus, dan kesiapan untuk menjalankan tanggung jawab dengan penuh amanah dan kejujuran. Ini adalah dasar untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan keberhasilan dalam misi spiritual maupun kehidupan sehari-hari.

 

Kedua,  Hikmah dari perjalanan Isra Mikraj yang dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, keduanya adalah tempat sujud atau tempat ibadah, memiliki makna yang mendalam dalam konteks spiritual dan simbolik. Perjalanan ini menegaskan bahwa segala pencapaian spiritual dan perjalanan hidup yang hakiki harus berakar dari ibadah dan hubungan yang kuat dengan Allah. Masjid melambangkan tempat sujud dan pengabdian, menunjukkan bahwa perjalanan hidup harus selalu dimulai dan diakhiri dengan ketaatan kepada-Nya.

 

Hikmah perjalanan ini juga bermakna menjalin persatuan antar umat, karena Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa adalah dua tempat suci dalam Islam yang menghubungkan umat Islam di seluruh dunia. Isra Mikraj mengajarkan pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam di seluruh dunia, melampaui batas-batas geografis dan budaya.

 

Ketiga,  perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam Mikraj melalui tangga dan tahapan dari langit pertama hingga langit ketujuh hingga mencapai Sidratul Muntaha mengandung makna mendalam tentang proses bertahap dalam mencapai kedudukan yang tinggi. Perjalanan melalui setiap langit menunjukkan bahwa pencapaian spiritual atau kedudukan tinggi memerlukan proses bertahap. Setiap langit yang dilewati Nabi memiliki makna simbolik tentang peningkatan derajat dan kesempurnaan spiritual.

 

Perjalanan Mikraj mengajarkan bahwa pencapaian tinggi tidak bisa diraih secara instan, tetapi memerlukan proses bertahap yang penuh dengan pengalaman, pembelajaran, kesabaran, dan ketekunan. Setiap tahap harus dilalui dengan kesucian hati, kesiapan diri, dan niat yang tulus. Puncak dari perjalanan ini adalah mencapai tujuan yang mulia, yang dalam konteks spiritual adalah kedekatan dengan Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, pelajaran ini mendorong kita untuk menghargai proses, terus belajar, dan berusaha dengan integritas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Keempat, Sidratul Muntaha menggambarkan tujuan tertinggi dalam spiritualitas, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hikmah perjalanan ini mengajarkan bahwa setiap individu harus berusaha mencapai puncak kedekatan dengan Tuhan melalui ibadah, ketakwaan, dan akhlak yang mulia.

Sidratul Muntaha juga melambangkan ketinggian moral dan etika. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW diberi wahyu tentang pentingnya menjaga akhlak mulia dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari, melalui sholat lima waktu. Hal ini mengajak manusia untuk selalu ingat akan tujuan akhir kehidupan, yaitu kembali kepada Allah dengan amal yang baik.

 

Dengan memahami hikmah ini, umat Islam diharapkan dapat mengambil pelajaran untuk selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah, perjuangan, dan menjaga akhlak yang mulia. (gie/c1/yud)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan