Optimisme Kebijakan Ekonomi Kabinet Prabowo-Gibran

Ilustrasi optimisme kebijakan ekonomi kabinet Prabowo-Gibran.-FOTO MAULANA PAMUJI GUSTI/HARIAN DISWAY -

Sebagaimana menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara lantaran menyumbang 50,7 persen dari penerimaan pajak, sementara calon kelas menengah menyumbang 34,5 persen. 

Hasil survei juga mencatat bahwa daya beli kelas menengah terus tergerus sejak 2018. Pada 2018, porsi konsumsi kelas menengah mencapai 41,9 persen dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Terjadi tren penurunan sejak itu. Pada 2023, total konsumsi kelas menengah hanya mencapai 36,8 persen dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. 

Kontribusi pajak mereka dikhawatirkan akan berkurang jika daya beli kelompok tersebut kian tergerus, dan pada gilirannya berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah dan mengganggu kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan dan membiayai proyek pembangunan.

Sesuai standar internasional yang diberikan Bank Dunia, kelas menengah merupakan kelompok orang yang pengeluarannya antara 3,5 sampai dengan 17 kali dari garis kemiskinan. 

Kalau garis kemiskinan di tahun 2024 besarannya adalah Rp 582.993 per kapita per bulan, kelompok yang pengeluarannya di kisaran Rp 874.000 sampai dengan Rp 2.040.000 itu belum masuk kelas menengah, tetapi menuju kelas menengah atau aspiring middle class.

Meski demikian, pascapandemi Covid-19, kelas menengah mengindikasikan pada fase menurun sebesar 9,48 juta jiwa periode 2019–2024.

Kebijakan insentif pajak, yakni kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) 100 persen untuk pembelian rumah hingga Rp 5 miliar, merupakan salah satu strategi yang cukup tepat guna menekan penurunan angka kelompok kelas menengah. 

Kebijakan itu semula hanya berlaku dari November 2023 hingga Juni 2024, tetapi kini diperpanjang hingga Desember 2024. Jika memungkinkan, dengan pertimbangan ingin memulihkan kelompok kelas menengah, kebijakan DTP bisa dipertimbangkan untuk dipertahankan pada 2025. 

Sebagaimana penegasan Menkeu Sri Mulyani, keberlangsungan sejumlah paket kebijakan yang bersifat stimulan seperti program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), dan paket-paket insentif pajak lainnya dipandang sangat strategis guna mendorong visi Indonesia Emas 2045. (*)

 

*) Sukarijanto adalah pemerhati kebijakan publlik dan peneliti di Institute of Global Research for Economics, Entrepreneurship, & Leadership dan kandidat doktor di Program S-3 PSDM Universitas Airlangga.

 

Tag
Share