Pertemuan Megawati-Prabowo Tak Transaksional, Menyoroti Sisi Kebangsaan
Ketua DPP PDIP Said Abdullah menjelaskan rencana pertemuan Megawati dan Prabowo di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.-FOTO IST -
JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menyatakan pertemuan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto akan terwujud sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2024.
’’Kira-kira, jika pelantikan tanggal 20, maka jauh sebelum itu pertemuan tersebut akan terjadi,” ujar Said saat menjawab pertanyaan awak media di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10).
Anggota DPR RI terpilih untuk periode 2024-2029 ini menegaskan bahwa pertemuan antara Megawati dan Prabowo tidak akan membahas aspek transaksional, seperti kemungkinan PDI Perjuangan bergabung dalam pemerintahan mendatang.
“Pertemuan itu bukan pertemuan transaksional, baik itu bergabung atau tidak, tetapi lebih kepada pertemuan saudara sebangsa,” tambah Said.
Said menyebut bahwa pertemuan dua tokoh tersebut akan berfokus pada aspek kebangsaan, mengingat Megawati pernah menjabat sebagai Presiden RI kelima, sementara Prabowo adalah presiden terpilih.
“Insyaallah, pertemuan ini akan sangat akrab, karena hubungan antara Ibu Megawati dan Pak Prabowo telah terjalin cukup lama,” ujarnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan lokasi pertemuan, Said mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui tempat pasti pertemuan kedua tokoh tersebut, tetapi menekankan bahwa lokasi yang dipilih akan memiliki makna tersendiri.
“Tempatnya harus yang terbaik, saya yakin, tempat yang sakral dan memiliki memori luar biasa bagi kedua belah pihak,” kata Said.
Sebelumnya, PDI Perjuangan dikabarkan membuka peluang untuk bergabung dalam pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sinyal tersebut ditandai dengan rencana pertemuan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai bahwa jika PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo, hal ini tentu akan memperkuat posisi politik pemerintah, terutama dalam parlemen.
Arifki menyebut bahwa sebagai pemenang Pemilihan Legislatif 2024, PDIP memiliki kekuatan dominan yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi oposisi yang kritis terhadap pemerintah.
“PDIP tentu memiliki bargaining politik, baik untuk masuk ke dalam pemerintahan baru maupun berada di luar kekuasaan. PDIP pernah teruji sebagai oposisi kritis di era pemerintahan SBY. Tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi lagi di era Prabowo jika PDIP memilih menjadi oposisi total,” jelas Arifki kepada wartawan, Jumat (27/9).
Arifki juga menambahkan bahwa di sisi lain, PDIP ingin menjaga basis pemilih yang kalah dalam Pilpres 2024. Sebagai partai oposisi, PDIP bisa memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan dukungan suara dari rakyat.