Deklarasi Pilkada Damai di Lampung Utara, Oknum Aparatur Desa Rebutan Amplop

PEMBAGIAN UANG TRANSPOR: Prosesi pembagian uang transportasi dalam kegiatan sosialisasi dan ikrar netralitas pada pilkada serentak 2024 di aula Tapis Setkab Lampura, Kamis (26/9).-FOTO FAHROZY IRSAN TONI/RADAR LAMPUNG -

KOTABUMI - Ada hal tak biasa yang terjadi saat deklarasi pilkada damai yang dilaksanakan Bawaslu di Kabupaten Lampung Utara (Lampura). Para peserta yang mayoritas berasal dari kepala desa/lurah dan aparaturnya berebut amplop saat dibagikan oleh panitia.

Hal ini terpantau usai sosialisasi dan ikrar netralitas pada pilkada serentak 2024 di aula Tapis Setkab Lampura, Kamis (26/9). 

Kegiatan tersebut, diikuti oleh 246 desa/ kelurahan dan perwakilannya se Kabupaten Lampura. 

Berdasarkan pantauan di lapangan, oknum aparat desa beserta jajaran (pamong desa) tampak berebut. 

Hanya untuk mendapatkan uang transportasi, yang diberikan kepada kepala desa atau perwakilan datang dalam kegiatan itu. 

Pemandangan tersebut, tidak beda seperti warga mengantri sembako, demi mendapat uang senilai Rp150 ribu dari panitia penyelenggara. Ini didominasi oleh staf, dari Bawaslu Kabupaten Lampura. 

Masyarakat mempertanyakan kredibilitas, dari aparat desa/kelurahan di Kabupaten Lampura. Sebab, bukan tanpa alasan, hanya untuk mendapatkan uang tidak lebih Rp200 ribu harus mengorbankan etika dan integritas-nya.

“Itu yang kami pertanyakan, kok sebegitu-nya mereka (oknum) pamong desa berebut uang akomodasi dari Bawaslu. Padahal kan pejabat publik, apa itu yang mesti dikedepankan. Bagaimana kalau kedepan ada “Serangan Fajar” menghantam desa mereka. Apakah tidak berpaling ke salah satu Paslon, seperti diutarakan Bawaslu Lampung dalam sosialisasi tersebut,” ujar salah seorang warga disana, Aris. 

Padahal sambungnya, kegiatan yang dilaksanakan oleh Bawaslu itu mengkampanyekan tentang integritas, tidak hanya pamong, melainkan juga aparat dibawahnya.

Warning diungkapkan oleh Anggota Bawaslu Lampung Suheri. “Kepala desa jangan banyak gerakan, jangankan dia bergerak dengan kedipan mata saja bisa mengarahkan warganya. Sebab, bukan kades adalah jabatan publik yang dipilih langsung oleh masyarakat,” ujarnya. 

“Saya rela datang jauh - jauh, karena Lampura tanah kelahiran dan tempat dibesarkan. Padahal ada undangan juga ke Tubaba, tapi lebih memilih kesini. Saya mohon, tidak sampai sujud - sujud jauhilah gerakan - gerakan mengarah kepada salah satu calon,” paparnya. 

Sementara Salah satu Kepala Desa yang tidak ingin di sebutkan identitasnya ketika di konfirmasi media ini perihal pembagian uang transportasi yang berebut nampak seperti pembagian sembako diri nya tidak mengetahui dan sempat bingung. 

’’Iya bener bang dapet Rp150.000 untuk uang transportasi. Enggak tahu juga kenapa bisa sampai rebutan gitu. Saya aja sempat menghindar nunggu sepi dulu,” kata dia. (ozy/c1/abd)

Tag
Share