Rokok Ilegal Rugikan Negara, Rumuskan CHT Tahun Depan
Ilustrasi cukai--FOTO ISTIMEWA
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 70 persen perokok di Indonesia berasal dari keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah. "Sebagian perokok di Indonesia berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah," kata Imanina.
Merujuk hasil kajian sementara PPKE FEB UB (2024), bahwa rokok ilegal tahun 2023 kontributor terbesarnya dari rokok ilegal jenis polosan dan salah peruntukan (saltuk). Tingginya rokok ilegal jenis polosan mengindikasikan bahwa kenaikan harga rokok yang sudah sangat tinggi.
Imanina menambahkan, rokok ilegal terutama yang polosan, seringkali dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan rokok legal. "Hal tersebut menarik bagi konsumen dari berbagai lapisan, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, yang mencari alternatif lebih murah tanpa menyadari atau mengabaikan risiko kesehatan," imbuh Imanina.
Imanina mengungkapkan, hasil kajian juga menyatakan tingginya rokok ilegal jenis salah peruntukan (saltuk) mengindikasikan bahwa masih kurangnya pengawasan dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. "Pasalnya, rokok dengan saltuk menunjukkan adanya manipulasi dalam pelaporan jenis atau tujuan distribusi rokok untuk menghindari tarif cukai yang lebih tinggi," tegas Imanina.
Dalam konteks inilah, Imanina mendorong pemerintah perlu melibatkan para pemangku kepentingan dalam merumuskan arah kebijakan CHT mendatang. "Sebab, kenaikan cukai yang diputuskan secara tidak berimbang akan berpotensi besar mendorong angka inflasi di Indonesia menjadi semakin dalam," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan, mengungkapkan situasi yang tidak baik-baik saja bagi iklim usaha industri hasil tembakau (IHT) legal nasional. Beban yang dihadapi IHT legal, mulai kenaikan CHT yang eksesif, serta padatnya regulasi (heavy regulated).
Pada titik inilah, Gappri memberikan tiga catatan penting untuk pemerintah. Pertama, tidak menaikkan tarif CHT di tahun 2025, mengingat IHT akan terbebani akibat rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 10,7 persen.
"IHT legal yang sudah berkontribusi besar untuk penerimaan negara (CHT), menyerap tenaga kerja linting yang mayoritas perempuan (padat karya), selain itu rokok konvensional sebagian besar menggunakan bahan baku dalam negeri (TKDN).