BANDARLAMPUNG - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Lampung menyebut jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri tanpa prosedur resmi mencapai ribuan orang.
Menurut Kepala BP2MI Lampung Gimbar Ombai Helawarnana, data pekerja migran asal Lampung yang resmi pada 2023 mencapai 21.500 orang. ’’Dari jumlah itu diperkirakan buruh migran yang ilegal mencapai 30 persen,’’ katanya.
Gimbar mengatakan, para perekrut ilegal ini banyak menyasar kantong-kantong PMI di beberapa kabupaten di Lampung. "Sindikat ini bergerak di kantong PMI mempengaruhi bisa mengubah nasib dengan penghasilan tinggi di luar negeri," katanya.
Gimbar mengatakan, kabupaten di Lampung terbanyak yang diketahui menjadi kantong pengiriman buruh migran ilegal terdapat di Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Tanggamus.
Karena itu, kata Gimbar, pihaknya tidak henti-hentinya mengimbau masyarakat, khususnya calon PMI agar tidak mengikuti perekrutan kerja luar negeri yang ditawarkan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) tanpa terregristasi resmi. ’’Imbauan ini dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan dasar dari maraknya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari perusahaan tanpa izin rekrut. Kita terus melakukan sosialisasi agar para calon pekerja migran ini melengkapi administrasi apa yang dibutuhkan. Seperti halnya di dalam negeri, begitu juga di luar negeri bahwa setiap pekerjaan harus memenuhi administrasi yang dibutuhkan. Jadi ini akan mencegah terjadinya masalah bagi pekerja migran di luar negeri," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung mengekspos dua kasus TPPO atau perlindungan PMI nonprosedural jaringan Malaysia, Senin (10/6). Ini setelah personel Subdit 4 Renakta Ditreskrimum Polda Lampung berhasil mengamankan tiga pelakunya. Masing-masing Tati Nawati (38), Sofa Aprianto (37), dan Jepri Saputra (36).
Pertama, kata Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Lampung AKBP Rahmad Hidayat, diketahui pada 13 Maret 2023 pelaku Tati Nawati berperan sebagai perekrut terhadap korban Rukiyah (31). Ia diberangkatkan melalui jalur Batam, Provinsi Kepulauan Riau, menuju Malaysia untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga (ART) dengan cara nonprosedural.
Selanjutnya pada 5 Mei 2022, pelaku Sofa Aprianto dan Jepri Saputra juga memberangkatkan tiga korban. Yaitu Firdaus (25), Arba Fikri (23), dan Sahiri (37) melalui Provinsi Lampung ke Kota Tangerang, Banten, lalu ke Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, menaiki kapal menuju Malaysia untuk dipekerjakan sebagai buruh pemotongan ayam dengan cara nonprosedural.
’’Ketiga pelaku tersebut sama-sama menjanjikan gaji senilai Rp5 juta kepada para korbannya,” terang Rahmad Hidayat.
Masing-masing pelaku, kata Rahmad Hidayat, menerima keuntungan berupa uang senilai Rp2,5 juta dari setiap korbannya. ’’Adapun barang bukti yang berhasil diamankan 4 buah paspor masing-masing korban dan 2 lembar tiket pesawat serta 1 lembar tiket boarding pass.
Atas perbuatannya, kata Rahmad Hidayat, para pelaku dikenakan Pasal 2 Ayat (1) atau Ayat (2) atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman 15 tahun penjara,’’ tegasnya. (rls)