JAKARTA - Pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 yang berisikan kebijakan Jaminan Produk Halal (JPH) untuk mempercepat proses sertifikasi halal pada produk yang beredar di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan perluasan kewenangan dalam menetapkan kehalalan suatu produk, merupakan salah satu aspek yang diperbarui.
“Tidak hanya MUI, tetapi juga oleh MUI Provinsi, MUI Kabupaten atau Kota, atau Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, dan juga oleh Komite Fatwa Produk Halal,” kata Airlangga Hartarto dalam keterangan persnya setelah rapat dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada Rabu, 15 Mei 2024.
BACA JUGA:Kontrak Dua Blok Migas Raup Investasi Komitmen Rp1, 5 Triliun
Pemerintah merevisi PP Nomor 39 Tahun 2021 yang berisikan kebijakan Jaminan Produk Halal (JPH) untuk mempercepat proses sertifikasi halal pada produk yang beredar di Indonesia.
Ia menambahkan, tadinya kewenangan milik Komite Fatwa Produk Halal merupakan tugas dari Kementerian Agama. Dengan perluasan kewenangan, pemerintah berharap dapat mempercepat proses sertifikasi halal pada produk yang beredar di Indonesia.
PP Nomor 29 Tahun 2021 merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam PP tersebut, pemerintah telah mewajibkan sertifikasi halal.
Bagi produk makanan, minuman, hasil sembelih, maupun jasa penyembelih yang beredar di Indonesia dan paling lambat dilakukan 17 Oktober 2024.
BACA JUGA:BPS Catat Impor April Turun 10,60 Persen
Namun, hingga Rabu, 15 Mei 2024, target pemberlakuan sertifikasi halal bagi Usaha Mikro Kecil (UMK) masih belum mencapai 50 persen.
“Oleh karena itu, tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa untuk UMK makanan, minuman, dan yang lain itu pemberlakuannya diundur. Tidak 2024 tetapi 2026,” terang Airlangga.
Meskipun demikian, batas maksimal 17 Oktober 2024 masih berlaku untuk usaha dengan skala menengah dan besar.
Tidak berhenti disitu, Airlangga juga mengungkapkan beberapa kebijakan lainnya terkait PP No. 39 Tahun 2021 yang turut berubah. Salah satunya adalah standar tempat penyembelihan hewan.
BACA JUGA:Pemerintah Jaga Stabilitas Bahan Pangan Jelang Idul Adha
“Selama ini diatur dalam PP 39 Kementan bahwa ayam hanya dipotong di RPH (Rumah Potong Hewan). Tetapi ditambahkan disini tempat lainnya untuk pemotongan hewan dan unggas,” rincinya.
Artinya hewan yang dipotong di pasar basah masih sesuai dengan standar halal usungan pemerintah.
“Kemudian yang terkait dengan produk dari berbagai negara lain maka akan diberlakukan setelah negara tersebut menandatangani MRA dengan Indonesia,” jelas Menko Bidang Ekonomi itu.
MRA atau Mutual Recognition Arrangement sendiri merupakan perjanjian antara dua negara atau lebih dengan tujuan kesepakatan, namun masih menyesuaikan dengan kepentingan masing-masing pihak.(disway/nca)