JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) terkait dugaan korupsi kuota haji tambahan 2024 pada Senin (17/11).
Dalam pemeriksaan tersebut, total 12 saksi dimintai keterangan, dengan 10 di antaranya merupakan pimpinan biro travel haji.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa pemeriksaan di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, berfokus pada alur transaksi jual beli kuota tambahan yang dilakukan para penyelenggara kepada calon jemaah.
“PIHK ini melakukan praktik jual beli kuota dengan skema berbeda-beda—mulai dari variasi harga, fasilitas yang dijanjikan, hingga adanya dugaan jual beli kembali kepada PIHK lain yang tidak memperoleh kuota atau bahkan tidak memiliki izin menyelenggarakan haji khusus,” ujar Budi di hadapan wartawan.
Selain itu, penyidik juga menelusuri kesesuaian layanan yang disediakan PIHK dengan biaya yang ditetapkan kepada para jemaah.
Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah fasilitas yang diberikan sebanding dengan nominal yang dibayarkan.
Budi menjelaskan pemeriksaan hari ini merupakan kelanjutan dari rangkaian pemeriksaan sebelumnya di sejumlah daerah, seperti Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Barat, Makassar, Kalimantan Timur, dan beberapa wilayah lainnya.
“Karena memang kondisi praktik jual beli kuota di lapangan bermacam-macam. Itu sebabnya kami perlu menggali lebih dalam bagaimana PIHK melakukan transaksi tersebut kepada calon jemaah. Semua ini muncul sebagai konsekuensi dari adanya diskresi dalam pembagian kuota haji khusus,” terang Budi.
Ia memaparkan dari total 20.000 kuota haji, ketentuannya mengatur bahwa 92% dialokasikan untuk jemaah haji reguler, sementara 8% untuk haji khusus.
Namun, diskresi dari menteri agama saat itu—yang diduga bertentangan dengan regulasi—mengubah komposisi tersebut menjadi 50% reguler dan 50% khusus.
Perubahan kebijakan itu menyebabkan jatah haji reguler menyusut tajam, sementara kuota haji khusus yang dikelola PIHK meningkat signifikan.
Karena itu, KPK juga memeriksa sejumlah pihak dari Kementerian Agama yang diyakini memahami proses dan alasan di balik terbitnya diskresi tersebut.
“Kami ingin mengetahui motif serta alasan di balik perubahan pembagian kuota itu. Dalam penyidikan ini, tim sudah meminta keterangan dari banyak pihak di Kemenag untuk memperjelas rangkaian prosesnya,” tutup Budi.(*)