Saat ditemui, ia mengenakan kaus pink dan celana panjang sederhana, rambut diikat seadanya. Di sela wawancara, tangannya sibuk menata botol plastik di karung besar di teras rumah.
Meski hidup dalam keterbatasan, semangat belajarnya tak padam. “Saya senang bisa sekolah lagi. Semoga nanti lulus Paket B, bisa lanjut ke SMA atau SMK. Saya pengin jadi guru,” ucap GDS dengan mata berbinar.
MM, sang ibu, menuturkan, ia menjadi tulang punggung keluarga sejak ditinggal suaminya sejak tahun lalu. Dengan penghasilan dari memulung, ia harus menghidupi enam anak.
“Kalau pagi saya keliling bawa karung, sore baru pulang. Kadang anak ikut bantu,” ujarnya.
Di tengah keterbatasan itu, GDS tumbuh dengan rasa empati besar. Ia memilih tidak banyak menuntut.
“Kata anak saya, yang penting bisa bantu sedikit-sedikit, biar ibu nggak capek sendiri,” tutur MM, matanya berkaca-kaca.
Kini, keduanya menjalani hari-hari dengan pola sederhana, seperti pagi mengumpulkan barang bekas, sore belajar atau mengasuh adik kecil. Di antara karung dan botol plastik, tersimpan mimpi seorang gadis muda yang ingin mengubah nasib lewat pendidikan.
Meski sudah tak lagi tercatat sebagai siswi di SMP Negeri tempatnya dulu belajar, pihak sekolah tetap mendoakan yang terbaik.
“Kami bangga GDS mau melanjutkan belajar. Tidak semua anak sekuat dia,” ujar Kepala Sekolah Amaroh.
’’Semoga kelak sukses dan bisa jadi guru seperti cita-citanya,” tambah dia. (gie/c1/yud)