JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan pemerintah tidak akan memihak salah satu kubu dalam menyikapi dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
“Pemerintah akan berhati-hati dalam mengesahkan kepengurusan parpol. Sikap kami harus objektif dan tidak boleh memihak pada salah satu pihak yang sedang bersengketa,” ujar Yusril dalam keterangannya, Senin (29/9).
Muktamar X PPP yang digelar di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, berujung pada klaim ganda. Dua figur, Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto, sama-sama menyatakan terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum, dan berencana mendaftarkan kepengurusan baru ke Kementerian Hukum.
Yusril menegaskan, pemerintah tidak akan mengintervensi konflik internal. Ia meminta kedua kubu menyelesaikan persoalan melalui mekanisme partai, mahkamah partai, atau pengadilan. “Pemerintah hanya akan mengesahkan kepengurusan yang sesuai dengan hukum. Kami tidak akan menjadi penengah karena hal itu bisa dianggap intervensi,” tegasnya.
Menurut Yusril, kemandirian partai politik adalah bagian penting dari demokrasi. Ia menambahkan, pemerintah hanya berlandaskan pertimbangan hukum dalam mengesahkan pengurus partai, bukan pertimbangan politik.
Sementara itu, muncul inisiatif dari sejumlah politikus senior untuk membentuk Tim Penyelamat PPP. Anggota DPR sekaligus tokoh senior PPP, Syaifullah Tamliha, mengatakan tim tersebut akan diisi oleh para sesepuh partai yang tidak berada di dua kubu.
“Saya merasa perlu ada tim penyelamat agar konflik bisa mereda. Kalau dualisme ini terus dipaksakan, simpati publik—terutama generasi muda—akan semakin menjauh dari PPP,” kata Tamliha, Selasa (30/9).
Tamliha juga mengapresiasi sikap netral pemerintah yang diwakili Yusril. Menurutnya, langkah tersebut sejalan dengan prinsip demokrasi yang menuntut pemerintah tidak berpihak.
Ia bahkan menyebut ada tiga opsi untuk menyelamatkan PPP, yakni menggelar Muktamar Luar Biasa, melakukan islah, atau mengganti nama dan lambang partai seperti yang pernah dilakukan PDI menjadi PDI Perjuangan. Namun, opsi islah dinilai sulit karena dua kubu dianggap sebagai sumber utama konflik.
Situasi internal PPP kini kian memanas setelah Muktamar X yang seharusnya berlangsung hingga Senin (29/9) mendadak ditutup lebih cepat, pada Sabtu (27/9), dan menghasilkan dua kepengurusan yang saling klaim.
Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Ancol, Jakarta, Sabtu (27/9), berlangsung panas setelah dua kubu calon ketua umum sama-sama mengklaim kemenangan secara aklamasi.
Pelaksana tugas (Plt.) Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono diumumkan terpilih sebagai ketua umum periode 2025–2030 oleh Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara. Menurut Amir, keputusan itu didukung 30 dewan pimpinan wilayah (DPW) dan disahkan melalui palu sidang.
“Kami sudah sepakat dengan seluruh DPW, sehingga Pak Mardiono resmi ditetapkan secara aklamasi,” kata Amir dalam jumpa pers.
Mardiono sendiri menegaskan bahwa proses aklamasi berjalan sesuai aturan partai. “Proses ini kami lakukan untuk mempercepat penyelamatan partai dalam kondisi darurat,” ujarnya.
Namun, di forum berbeda, Agus Suparmanto juga disebut terpilih secara aklamasi. Hal itu disampaikan oleh Pimpinan Sidang Paripurna VIII Qoyum Abdul Jabbar pada Minggu (28/9) dini hari di Hotel Mercure, Ancol.
“Keputusan aklamasi untuk Pak Agus merupakan aspirasi peserta muktamar,” ujar Qoyum.
Ia menambahkan, Agus bersama tim formatur segera menyusun kepengurusan yang mengakomodasi seluruh kekuatan partai. Qoyum juga menyayangkan klaim Mardiono. “Tidak bisa aklamasi hanya berdasar absen,” tegasnya.
Agus Suparmanto menyatakan terpilihnya dirinya hanyalah langkah awal. “Kemenangan sesungguhnya adalah membawa PPP kembali ke Senayan,” katanya.
Situasi ini membuat Muktamar X PPP di Ancol diwarnai dualisme klaim kepemimpinan antara kubu Mardiono dan Agus, meski sebelumnya ada tiga nama yang masuk bursa calon ketua umum, termasuk Husnan Bey Fananie.
uru Bicara PPP Usman M Tokan atau Donie Tokan menduga ada penyusup yang sengaja membuat suasana Muktamar X menjadi gaduh.
Kerusuhan terjadi di luar ruangan Muktamar X PPP, Ancol, Jakarta, Sabtu (27/9).
Tokan awalnya menyebut perbedaan pendapat di ruang Muktamar X menjadi hal normal, karena caketum yang berkontestasi lebih dari satu.
“Kalau misalnya terjadi teriak-teriakan biasa di dalam muktamar, itu hal wajar. Sepanjang tidak anarkis, tidak ada masalah,” ujar dia di Ancol, Jakarta, Sabtu.
Tokan menilai kericuhan di luar arena Muktamar X yang dianggap berlebihan dan diduga hal demikian dilakukan penyusup.
“Kalau ada keributan di luar, saya yakin itu bukan dilakukan pengurus harian DPW atau DPC. Mereka sadar bahwa ini partai Islam, ada etika dan aturan yang harus dipatuhi. Kalau ada yang anarkis, bisa jadi itu penyusup yang sengaja datang untuk membuat suasana gaduh,” ujar dia.
Tokan berharap seluruh pimpinan DPW, DPC, dan para peserta muktamar mengedepankan musyawarah mufakat, dan bukan ego.
“Semua harus dilakukan dengan etika, aturan, dan tata tertib yang berlaku,” ujar dia.
Sebelumnya, suasana panas terasa saat PPP melaksanakan pembukaan Muktamar X di Ancol, Jakarta, Sabtu (27/9) ini.
Tensi mulai tinggi ketika Plt Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono menyampaikan pidato pembuka Muktamar X.
Beberapa kader berteriak lanjutkan saat Mardiono berpidato. Sisanya dengan bergantian menyebut mundur.
Keramaian di lokasi Muktamar X berlanjut setelah sesi pertama pembukaan berakhir. Kader PPP terlibat adu mulut di luar ruangan.
Seseorang kader bahkan terekam kamera melempar sebuah plastik panjang berkelir putih ke rekan sesama PPP.
Situasi mulai mereda ketika pengamanan dari internal PPP memisahkan kubu yang bertikai untuk meminta satu di antaranya meninggalkan gedung Muktamar. (ant/abd)
Kategori :