Lima Tahun, 279 Kasus Anak di Bandarlampung
BANDARLAMPUNG – Angka kasus yang melibatkan anak di Kota Bandarlampung kian memprihatinkan. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Bandarlampung mengungkap dalam kurun waktu lima tahun terakhir sedikitnya 279 kasus anak telah ditangani.
Dari jumlah tersebut, kasus di sektor pendidikan mendominasi dengan 69 laporan, terutama terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Ketua Komnas PA Bandarlampung Ahmad Aprilliandi Passa menegaskan bahwa kasus pendidikan yang paling dominan menunjukkan adanya persoalan serius dalam sistem penerimaan sekolah di kota ini.
“Lima tahun terakhir, Komnas PA mencatat kasus pendidikan mengenai PPDB. Artinya, ada yang tidak beres dalam mekanisme penerimaan peserta didik baru,” ujar Andi kepada Radar Lampung, Selasa (16/9/2025).
BACA JUGA:Ormas Geruduk BNNP Lampung
Selain kasus pendidikan, deretan kasus lain juga cukup tinggi. Data Komnas PA mencatat, sebanyak 64 kasus pencabulan, 55 sengketa anak, 35 kekerasan fisik, 16 bullying, hingga 10 kasus pelantaran anak.
Sementara, kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) menjadi yang paling minim, dengan hanya 3 laporan pada 2025.
Meski angka kasus terus meningkat, Andi menyebut fenomena ini tidak sepenuhnya buruk. Sebaliknya, meningkatnya laporan menunjukkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus anak semakin tinggi.
Rinciannya, pada 2020, ada sekitar 26 laporan, 2021 naik menjadi 34, 2022 ada 48, lalu 2023 sebanyak 50 kasus, dan 2024 melonjak tajam hingga 79 laporan. Hingga September 2025, tercatat sudah ada 42 kasus baru.
“Semua laporan sudah kami tangani dengan baik. Namun ini sinyal kuat bahwa masalah perlindungan anak masih jauh dari selesai,” tegas Andi.
Terkait kasus bullying, Andi mengaku pada tahun 2025 belum ada laporan resmi. Namun, pihaknya mencermati maraknya isu perundungan di media sosial, termasuk di TikTok.
“Sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi anak. Tidak boleh ada kekerasan, baik fisik maupun verbal. Kalau benar terjadi, itu tanda ada yang keliru dalam pengawasan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Komnas PA juga menyoroti maraknya penggunaan aplikasi Artificial Intelligence (AI) oleh anak-anak. Menurut Andi, meski AI bermanfaat untuk pendidikan, penggunaannya sering disalahgunakan, mulai dari mencontek tugas sekolah hingga konten bermuatan negatif.
“Jika tidak dikontrol, AI bisa membuat anak malas belajar, tidak percaya diri, bahkan membentuk perilaku tidak jujur,” kata Andi.