”Saat ini, di gudang-gudang industri sudah hampir penuh dengan stok yang masih sulit keluar. Petani sudah tidak bisa masuk lagi, karena gudang mereka sudah penuh,” ujar Mirza, Senin 14 Juli 2025.
Kondisi ini ditambah dengan situasi di negara-negara produsen singkong lain seperti Vietnam dan Thailand yang juga sedang kelebihan pasokan dan mencari pasar, salah satunya Indonesia.
Menghadapi situasi tersebut, Mirza secara khusus meminta bantuan Banleg DPR RI untuk segera menerbitkan regulasi nasional yang mengatur tata kelola singkong secara komprehensif.
Mirza berharap ada pembatasan atau pengetatan terhadap impor tepung tapioka, setidaknya untuk sementara, agar harga tapioka lokal bisa kembali bersaing di pasaran.
Lebih dari itu, Mirza juga memandang perlunya kolaborasi erat antara petani, industri tepung tapioka, dan end-user (industri pengguna tepung tapioka) yang diatur dalam regulasi.
Selama ini, ketiga pihak tersebut berjalan sendiri-sendiri tanpa sinergi yang berarti, menyebabkan kualitas rendah dan produktivitas stagnan.
Dirinya mencontohkan keberhasilan industri peternakan sapi dan ayam yang terjadi berkat kerja sama antara peternak dan industri pengguna.
”Kalau mau bagus komoditas petani kita, harganya murah, produksinya banyak, itu harus ada kerjasama yang baik. Dan ini membutuhkan regulasi,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut, Mirza juga menyoroti potensi hilirisasi singkong yang sangat besar namun belum dimanfaatkan optimal.
”Indonesia masih minim dalam pengembangan produk turunan singkong bernilai ekonomi tinggi seperti mokaf dan sorbitol,” ucapnya. (pip/sah/c1/abd)