JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan konsumen asuransi kesehatan untuk menanggung minimal 10% dari total klaim manfaat rawat jalan maupun rawat inap.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) yang ditetapkan pada 19 Mei 2025.
Dewan Kehormatan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sekaligus pengamat industri asuransi Firdaus Djaelani menyatakan, kebijakan ini penting untuk membangun ekosistem asuransi kesehatan yang sehat di Indonesia. Menurutnya, total klaim asuransi sejak masa pandemi Covid-19 fluktuatif antara 50% hingga 200%.
’’Tarif asuransi harus adil bagi kedua belah pihak, baik nasabah maupun perusahaan asuransi,” kata Firdaus dalam acara Investor Market Today, Rabu (11/6).
Firdaus menilai kebijakan pembagian risiko co-payment ini mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan asuransi. Dengan adanya kewajiban menanggung 10% biaya klaim, konsumen diharapkan tidak langsung berobat ke rumah sakit hanya karena gejala ringan.
’’Kalau sakit ringan jangan langsung ke rumah sakit. Masyarakat jadi berpikir dua kali, karena mereka tahu harus ikut membayar 10%,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika risiko hidup bisa dikelola melalui pola hidup sehat, maka asuransi sebaiknya digunakan sebagai perlindungan terhadap penyakit serius, bukan untuk penggunaan ringan sehari-hari.
Firdaus juga menekankan pentingnya penerapan tarif yang adil bukan hanya bagi nasabah, tetapi juga bagi rumah sakit dan perusahaan asuransi. Menurutnya, apabila rasio klaim terlalu tinggi, misalnya melebihi 90%, banyak perusahaan asuransi akan memilih berhenti menjual produk mereka.