BANDARLAMPUNG – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Lampung memperkirakan laju inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di daerah ini tetap terjaga dalam kisaran target 2,5 persen plus minus 1 persen (year on year/yoy) sepanjang tahun 2025.
Kepala KPw BI Provinsi Lampung, Junanto Herdiawan, mengatakan meskipun secara umum terkendali, inflasi tahun ini menghadapi sejumlah potensi risiko baik dari sisi eksternal maupun internal yang perlu diantisipasi secara cermat.
"Beberapa risiko yang harus diwaspadai antara lain berasal dari inflasi inti, yaitu peningkatan permintaan agregat sebagai dampak dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 sebesar 6,5 persen, serta naiknya harga emas dunia akibat ketidakpastian geopolitik dan sentimen kebijakan ekonomi Amerika Serikat," jelas Junanto, Selasa (3/6/2025).
BACA JUGA: Ekonomi RI Bergejolak, 4 Gagasan Soemitro Djojohadikusumo Relevan
Dari sisi inflasi bahan makanan (volatile food), risiko muncul akibat potensi kenaikan harga beras pasca berakhirnya masa panen raya pada Maret–April 2025. Selain itu, masuknya musim kemarau mulai Juni 2025 dikhawatirkan memengaruhi produksi tanaman pangan dan hortikultura secara nasional, termasuk di Lampung.
Sementara dari sisi administered price atau harga yang diatur pemerintah, BI Lampung menyoroti potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal ini didorong oleh tren kenaikan harga minyak global dan berakhirnya masa penundaan penerapan tarif perdagangan internasional yang dijadwalkan pada awal Juli 2025.
Berdasarkan data IHK, inflasi tahunan di Provinsi Lampung pada Mei 2025 tercatat sebesar 2,12 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,80 persen (yoy), namun masih lebih tinggi dari inflasi nasional yang berada di level 1,60 persen (yoy).
Junanto menyampaikan bahwa pihaknya akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan barang, terutama kebutuhan pokok, menjelang semester kedua 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) pada April 2025 sebesar 1,17 persen secara bulanan atau month-to-month (mtm) atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 1,65 persen mtm. Secara tahunan, inflasi tercatat 1,95 persen year-on-year (yoy) atau meningkat dari periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 1,03 persen yoy.
Tarif listrik dan komoditas emas serta perhiasan disebut menjadi penyumbang utama inflasi secara bulanan pada April 2025. Tarif listrik mengalami inflasi sebesar 26,99 persen, dengan andil inflasi sebesar 0,97 persen.
"Inflasi komoditas tarif listrik pada April 2025 disebabkan penyesuaian tarif listrik pada pelanggan pasca bayar yang sudah kembali normal setelah adanya diskon 50 persen pada periode sebelumnya. Sehingga tagihan Maret 2025 dibayarkan pada April 2025 yang kembali sudah menggunakan tarif normal," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa pada BPS Pudji Ismartini, Jumat (2/5).
Sementara untuk komoditas emas perhiasan, mengalami inflasi sebesar 10,52 persen, dengan kontribusi inflasi sebesar 0,16 persen. BPS mencatat inflasi emas tersebut menjadi yang tertinggi selama 20 bulan beruntun inflasi.
"Inflasi emas perhiasan yang terjadi pada April 2025 ini tertinggi sejak September 2020, karena pada Agustus 2020 itu terjadi inflasi emas sebesar 10,75 persen," urai Pudji.
Selanjutnya inflasi secara tahunan meningkat utamanya didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 2,17 persen dengan andil sebesar 0,64 persen. Kemudian, perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan inflasi sebesar 9,93 persen dan andil sebesar 0,62 persen.
BPS mencatat inflasi 1,95 persen secara tahunan alias year-on-year (yoy). Begitu pula inflasi sebesar 1,56 persen dalam tahun kalender atau year-to-date (ytd).