JAKARTA – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menanggapi usulan untuk mengubah lembaga tersebut menjadi Bank Haji. Usulan ini datang setelah rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VIII DPR RI yang digelar pada Rabu (5/3).
Anggota Badan Pelaksana Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas BPKH Indra Gunawan mengungkapkan bahwa aspirasi untuk mengubah BPKH menjadi Bank Haji membawa konsekuensi serius, khususnya dalam hal pendanaan dan model bisnis yang perlu diadaptasi. Menurutnya, jika BPKH menjadi bank, maka lembaga tersebut akan beroperasi secara korporatif dan membutuhkan modal yang besar untuk berjalan.
“Kalau jadi bank, ya jadi korporatif. Jadi harus ada modal. Kalau tidak ada modal, tidak bisa (berjalan). Dan bank itu mau rugi, mau untung, dia perlu modal yang harus di-topup,” ujar Indra Gunawan dalam wawancara di Jakarta pada 8 Maret 2025.
Indra juga menjelaskan bahwa selama ini BPKH tidak memiliki modal dari APBN maupun sumber pendanaan lainnya. Sebagai badan yang mengelola keuangan haji, BPKH selama ini tidak memperoleh modal secara rutin dari pemerintah.
“Jadi kalau pemerintah memahami bisnis model yang tadi mungkin mengaspirasikan itu, konsekuensinya kita harus dapet modal setiap tahun dari APBN,” tambahnya. “Di bisnis keuangan, tidak mungkin tidak ada modal. Mau rugi, mau tumbuh, tetap perlu pembiayaan perusahaan.”
Sebelumnya, usulan pengubahan BPKH menjadi Bank Haji disampaikan oleh Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri). Sekjen Amphuri, Zaky Zakariya Anshari, menyatakan bahwa transformasi BPKH menjadi bank haji akan memungkinkan masyarakat untuk tidak hanya memberikan setoran pendaftaran dana haji, namun juga dapat menerima dan mengelola dana masyarakat seperti halnya bank syariah lainnya.
Menurut Zaky, Bank Haji dapat memberikan kemanfaatan investasi yang lebih adil sesuai dengan dana yang disetorkan oleh jamaah haji. Ia juga menilai, dengan model bank haji, potensi biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) bisa lebih rendah.
“Maksud di sini adalah barangkali ke depan ada wacana BPKH menjadi Bank Haji Indonesia, taruhlah seperti Mandiri, BCA, keuntungan tahunan sampai Rp50 triliun. Barangkali Bank Haji Indonesia ke depan bisa itu, mungkin Bipih jangan-jangan bisa gratis, bisa lebih turun lagi,” kata Zaky.
Isu ini terus berkembang seiring dengan harapan masyarakat untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas dalam pengelolaan dana haji di Indonesia. Namun, BPKH menegaskan bahwa apapun langkah yang diambil, pihaknya siap untuk melakukan analisis mendalam tentang dampak dan konsekuensi dari perubahan tersebut.
Diketahui Tiap tahunnya, kuota jamaah haji asal Indonesia terus meningkat. Tahun ini saja mencapai 241 ribu jamaah.
Tingginya kuota jamaah haji Indonesia ini bukan berarti orang yang mendaftar haji bisa berangkat lebih cepat. Melainkan, berangkat haji saat ini para calon jamaah harus rela antre bertahun-tahun hingga 48 tahun. Panjangnya antrean itu membuat Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengusul ada fatwa yang menyatakan bahwa orang yang mendaftar haji saja sudah sama seperti berhaji.
Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah berharap para ahli fiqih, khususnya terkait haji di UIN Jakarta bisa berkontribusi melakukan kajian-kajian mengenai fiqih atau fatwa tentang haji.
Kalau yang saya tahu, mazhab Ciputat luar biasa. Termasuk (kajian) fiqih yang ditelurkan,” kata Fadlul di depan sejumlah alumni UIN Jakarta di Tangerang Selatan, Banten, Minggu (26/5).
Dia menceritakan bahwa rerata antrean haji di Indonesia saat ini sudah 30 tahun. Bahkan telah mencapai 48 tahun di Bantaeng, Sulawesi Selatan. “Jadi kita lagi berpikir, apakah boleh kalau (sudah) daftar haji itu sudah dianggap sebagai haji,” kata Fadlul.
Sementara yang terjadi sekarang, orang yang baru membayar uang setoran awal BPIH, disebut calon jemaah haji (CJH). Baru dikatakan jemaah haji ketika sudah berangkat ke Arab Saudi.
Dia lantas mencontohkan kondisi yang terjadi di Malaysia. Di sana antrean haji sudah mencapai 140 tahun. “Cerita sahabat saya di sana (Malaysia), mereka daftar (haji) saja sudah bagian dari haji,” katanya. Fadlul menanyakan apakah di Indonesia juga bisa dibuat kajian fiqih maupun fatwa seperti di Malaysia tersebut.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) melaporkan bahwa pemberangkatan gelombang 1 jamaah haji sudah selesai. Rutenya dari Indonesia menuju Madinah. Total jamaah haji gelombang pertama mencapai 88.987 orang.
“Penyelenggaraan haji Indonesia bisa kita sebut sebagai proses mobilisasi masyarakat sipil terbesar di dunia,’’ kata juru bicara Kemenag Anna Hasbie di Jakarta kemarin. Dia mengatakan pemberangkatan jemaah haji sangat kompleks. Apalagi sekitar 98 persen jemaah adalah orang yang baru pertama kali berhaji. Sehingga tugas dari para personel Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menjadi tidak ringan.
Anna mengatakan dari 88 ribu orang jemaah gelombang pertama, yang belum pernah berhaji mencapai 87.673 orang. Sisanya hanya 1.314 orang atau 1,48 persen yang sudah pernah berhaji.
Dari sisi pendidikan, sebanyak 26.025 berpendidikan SD. Kemudian ada 22.541 orang jenjang SMA. Lalu ada 21.593 jenjang sarjana, 10.126 jenjang SMP. Sisanya jenjang diploma, S2, S3, dan lainnya. (disway/c1/abd)
Kategori :