Wamendagri Ribka Haluk: Pemda Harus Optimalkan Anggaran PSU dari APBD, Hindari Bebankan ke APBN
Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk menegaskan pentingnya pemda mengoptimalkan anggaran PSU melalui APBD dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait.-FOTO PUSPEN KEMENDAGRI -
JAKARTA – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk menegaskan bahwa pemerintah daerah (pemda) harus mengoptimalkan pendanaan pemungutan suara ulang (PSU) menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), serta tidak membebankannya langsung pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Hal tersebut disampaikan Ribka dalam rapat kesiapan pendanaan pilkada pada daerah yang akan melaksanakan PSU yang berlangsung secara hybrid dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta pada Rabu, 5 Maret 2025. Rapat ini bertujuan memperoleh gambaran mengenai ketersediaan alokasi anggaran di daerah yang akan melaksanakan PSU.
“Kami harapkan koordinasi kerja terus terjalin di daerah, sehingga Forkopimda dan, khususnya, pemerintah daerah dapat melaksanakan tugas ini dengan baik. Hari ini, kami ingin mendapatkan laporan atau gambaran tentang ketersediaan anggaran tersebut,” kata Ribka.
Menurut Ribka, perubahan APBD perlu diprioritaskan untuk mendukung pelaksanaan PSU. Pemda dapat mengalokasikan anggaran melalui Belanja Tidak Terduga (BTT). Sekretaris daerah (sekda) diminta untuk mereviu alokasi anggaran tersebut. Selain itu, pendanaan PSU juga dapat bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) atau dana sisa dari penyelenggaraan Pilkada sebelumnya.
“Pendanaannya dibebankan pada APBD provinsi atau kabupaten/kota. Saya pikir ini akan menjadi acuan bagi daerah untuk melakukan rasionalisasi anggaran dan seterusnya,” tegas Ribka.
Lebih lanjut, Ribka menekankan pentingnya kerja sama antara Pemda dan stakeholder terkait dalam memastikan kesiapan anggaran PSU. Ia juga mengingatkan Pemda untuk menyesuaikan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang berkaitan dengan pendanaan PSU, baik dengan merevisi NPHD yang sudah ada maupun menyusun NPHD baru sesuai kebutuhan.
“Memastikan NPHD-nya itu penting, apakah perlu dibuat baru atau revisi dari yang sudah ada. Ini akan dijelaskan oleh Pak Dirjen Otda, dan saya pikir beberapa di antara kita di sini juga pernah menjadi gubernur, jadi mereka bisa memberikan gambaran lebih jelas kepada teman-teman di daerah,” ungkap Ribka.
Rapat ini dihadiri oleh pejabat dan stakeholder dari 24 daerah yang akan melaksanakan PSU. Mereka terdiri dari sekda, pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta unsur TNI-Polri di masing-masing daerah.
Dalam kesempatan itu, Pemda diminta untuk melaporkan kesiapan anggaran PSU ke Kemendagri paling lambat pada Jumat, 7 Maret 2025. Hasil laporan ini akan dibahas dalam rapat dengan Komisi II DPR RI pada Senin, 10 Maret 2025.
“Kami akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada hari Senin, 10 Maret, sehingga pada hari itu, semua daerah harus sudah memberikan kepastian tentang penyediaan APBD atau keuangan daerah untuk persiapan PSU. Hal ini mencakup anggaran untuk KPU, Bawaslu, dan pihak keamanan dalam hal ini TNI-Polri,” ujarnya.
Adapun daerah yang akan melaksanakan PSU mencakup provinsi, kabupaten, dan kota. Di tingkat provinsi, ada Provinsi Papua. Sementara di tingkat kabupaten, terdapat Kabupaten Siak, Barito Utara, Bengkulu Selatan, Pasaman, Serang, Tasikmalaya, Magetan, Empat Lawang, Kutai Kartanegara, Gorontalo Utara, Bangka Barat, Buru, Mahakam Ulu, Pesawaran, Banggai, Pulau Taliabu, Kepulauan Talaud, Parigi Moutong, Bungo, dan Boven Digoel. Di tingkat kota, ada Kota Sabang, Banjarbaru, dan Palopo.
Sebelumnya Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyatakan bahwa pemerintah pusat akan melakukan pengecekan langsung terhadap kemampuan daerah dalam membiayai pemilihan suara ulang (PSU) yang rencananya digelar di 24 kabupaten/kota.
Menurut Bima Arya, beberapa daerah telah menyatakan kesiapan untuk mengalokasikan anggaran dari APBD mereka guna membiayai PSU.
Namun, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memeriksa satu per satu kemampuan daerah tersebut untuk memastikan anggaran yang dibutuhkan tersedia.
“Kemendagri berkoordinasi dengan 24 kabupaten/kota tersebut. Beberapa daerah sudah menyatakan siap menganggarkan dengan APBD-nya, namun banyak juga yang belum memberikan kejelasan terkait kemampuan pendanaan. Oleh karena itu, kami mengadakan Zoom meeting dengan semua pihak, dan nantinya akan kami kunjungi satu per satu untuk mengecek APBD mereka, karena jika ada yang mengatakan tidak mampu, kami harus memastikan kebenarannya,” jelas Bima Arya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 4 Maret 2025.
Bima Arya juga menambahkan bahwa selain mengecek kemampuan APBD, Kemendagri akan memastikan komposisi penganggaran yang tepat. “Jangan sampai ada anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan yang sebetulnya tidak perlu, seperti sosialisasi dan lain-lain,” tegasnya.
Jika ditemukan bahwa daerah tidak mampu membiayai PSU melalui APBD mereka, pembiayaan tersebut akan dialihkan ke APBD provinsi. “Jika provinsi juga tidak mampu, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Kami harus bekerja cepat, karena ada tenggat waktu yang ditetapkan oleh KPU,” imbuhnya.
Terkait dengan kemungkinan pembiayaan dari APBN, Bima Arya menyebutkan bahwa porsi APBN tidak akan sepenuhnya menanggung biaya PSU. “Kami akan melihat berapa persen sharing pembiayaannya. Namun, saya kira tidak 100 persen dari APBN. Pasti ada komponen yang berasal dari APBD dan provinsi, dan sisanya akan ditutup oleh APBN,” katanya.
Meski demikian, Bima Arya memastikan bahwa koordinasi dan komunikasi dengan daerah terus berjalan. “Kami akan pastikan koordinasi dilakukan semaksimal mungkin agar PSU, baik yang seluruhnya maupun sebagian, bisa terselenggara dengan baik,” tutupnya. (kmg/c1/abd)