JAKARTA, RADAR LAMPUNG - Kebijakan baru terkait pembatasan penjualan gas LPG 3 Kg menjadi sorotan, karena dampaknya dirasakan bukan hanya oleh kelas bawah, tetapi juga oleh kalangan kelas menengah.
Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, banyak rumah tangga kelas menengah yang memilih menggunakan LPG 3 Kg karena harganya yang lebih terjangkau dibandingkan gas non-subsidi.
"Dengan adanya pembatasan, mereka terpaksa beralih ke LPG dengan ukuran lebih besar yang harganya jauh lebih mahal," ujar Achmad dalam wawancara dengan Disway, Senin, 3 Februari 2025.
Peningkatan biaya ini berdampak pada pengurangan pengeluaran rumah tangga di sektor lain. Kelas menengah yang selama ini memiliki daya beli yang lebih baik mulai mengurangi konsumsi di sektor hiburan, makanan, hingga pendidikan.
BACA JUGA:Pencuri Gasak Motor Trail Relawan Gerindra
"Jika daya beli masyarakat menurun, ini bisa berpengaruh pada ekonomi nasional, karena konsumsi mereka berkurang akibat kebijakan yang tidak berpihak pada mereka," tambah Achmad.
Lebih lanjut, Achmad menekankan bahwa jika pedagang kecil yang terdampak kebijakan ini gulung tikar, angka pengangguran bisa meningkat, yang akhirnya berpotensi memperburuk kondisi ekonomi negara.
Achmad mengingatkan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam merancang kebijakan yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Setiap kebijakan harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak merugikan rakyat kecil dan tidak hanya menjadi alat pencitraan atau kepentingan politik.
"Jika pemerintah khawatir subsidi gas ini tidak tepat sasaran, solusinya bukan dengan membatasi akses atau mempersulit rakyat kecil, tetapi dengan memperbaiki sistem pengawasan dan distribusi," ujar Achmad.
BACA JUGA: Elpiji 3 Kg Hanya Dijual di Pangkalan per 1 Februari 2025
Menurut Achmad, perbaikan distribusi dan pengawasan LPG 3 Kg akan lebih efektif daripada membuat kebijakan yang malah menyulitkan masyarakat. Kebijakan yang baik, lanjutnya, adalah kebijakan yang mempermudah, bukan yang membingungkan dan mempersempit akses.
"Subsidi seharusnya diperluas agar lebih banyak masyarakat yang membutuhkan bisa mendapatkannya, bukan malah dipersempit dengan aturan yang membingungkan," tutup Achmad. (disway/abd)