Pertama, mendorong pemerintah daerah, institusi terkait, dan masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap potensi seismic gap. Khususnya di wilayah zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Kedua, memeriksa kembali kesiapan alat peringatan dini dan sistem komunikasi kebencanaan serta memastikan lokasi evakuasi, bangunan tempat evakuasi sementara/akhir (TES/TEA), dan jalur evakuasi dapat mengakses dengan mudah.
Ketiga, meningkatkan edukasi, sosialisasi, dan literasi kepada masyarakat guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap risiko gempa bumi dan tsunami.
Keempat, memastikan ketersediaan papan informasi, rambu, dan penunjuk arah evakuasi yang memadai.
Kelima, melakukan koordinasi kesiapsiagaan mekanisme kedaruratan dan penanggulangan bencana dengan pemangku kepentingan daerah serta mengadakan simulasi rencana kontingensi yang melibatkan seluruh stakeholder setempat.
Keenam, meningkatkan koordinasi dengan Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD Provinsi Lampung melalui nomor telepon (HP 0853 3336 8989).
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Lampung Rudy Haryanto menyebut apa yang dilakukan Pj. Gubernur Lampung sudah benar dan bagus.
Menurutnya dengan adanya surat edaran tersebut menyebutkan jika Pemerintah Provinsi Lampung telah siap atau waspada terhadap potensi bencana tersebut walaupun gempa megathurst belum dapat diprediksi kapan terjadinya.
“Bagus, berarti Pemerintah Provinsi Lampung sudah aktif dan memberikan langkah kongkret terhadap potensi yan mungkin bisa ditimbulkan dari megatrush,” ungkapnya, Selasa (17/9).
Lebih lanjut, Rudy mengatakan meskipun hal ini harus diwaspadai, masyarakat tidak perlu khawatir sebab BMKG akan selalu menginformasikan ketika ada tanda-tanda tersebut. “Ýang jelas masyarakat tidak perlu khwatir, tapi tetap waspada saja. Jadi silakan berwisata ke pantai, menikmati liburan bersama keluarga,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala BMKG melalui Seksi Data dan Informasi (BMKG) Lampung Rudy Haryanto mengatakan banyak pemberitaan yang memaknai keliru atas pernyataan Potensi Gempa Megathurst Selat Sunda dan Mentawai.
“Pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru, sudah lama, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004,” katanya, , Rabu (21/8).
Menenurutnya munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini atau warning yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. ”Tidak demikian. “Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” jelasnya.
Pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, kata dia, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.
“Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai. Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut,” ujarnya.
Terkait pemberitaan gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggal menunggu waktu” yang di sampaikan sebelumnya, dirinya menerangkan hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.