Kelompok-kelompok radikal, menurutnya, bisa saja mengembangkan strategi baru yang sulit terdeteksi.
“Perlu upaya bersama untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan oleh radikalisme. Media sosial juga menjadi medan penting untuk melawan penyebaran paham intoleran secara cepat dan terukur,” tambah Zuly.
Dalam era digital, penyebaran ide intoleran melalui media sosial menjadi tantangan besar.
Oleh karena itu, diperlukan narasi tandingan yang kuat untuk melawan gagasan-gagasan tersebut. Zuly menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam menyebarkan konten positif yang mengedepankan perdamaian dan toleransi.
“Selain pemerintah, banyak elemen masyarakat yang secara mandiri sudah terlibat dalam penyebaran pesan positif. Ini sejalan dengan ajakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melawan narasi intoleransi,” ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya membangun komunikasi sehat antar kelompok masyarakat sebagai langkah deteksi dini terhadap intoleransi. Pendidikan yang menanamkan nilai toleransi, menurutnya, menjadi kunci membentuk generasi muda yang mampu menjaga keberagaman bangsa.
“Masa depan Indonesia ada di tangan generasi muda. Pemahaman mereka tentang keberagaman akan menentukan arah bangsa ke depan,” tutup Zuly. (ant/abd)