JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia masih memantau perkembangan kasus hilangnya 300 botol virus mematikan dari laboratorium virologi di Australia.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes R.O. Aji Munawarman mengonfirmasi hingga saat ini Kemenkes masih memantau kasus tersebut. ’’Kemenkes masih memantau perkembangan kasus ini,” kata dia dalam keterangan kepada Disway, Jumat (13/12).
Pihak Kemenkes juga merujuk pada laporan berkala dari ASEAN Biodiaspora Virtual Center mengenai perkembangan penyelidikan kasus hilangnya sampel virus tersebut.
Laporan terbaru menyebutkan bahwa penyelidikan telah dimulai untuk mengidentifikasi penyebab hilangnya sampel-sampel virus dari laboratorium dan alasan mengapa dibutuhkan hampir dua tahun untuk menyadari kejadian ini.
“Queensland Health telah memulai pelatihan ulang bagi staf dan meninjau protokol laboratorium guna mencegah kejadian serupa di masa depan,” bunyi laporan tersebut.
Pihak berwenang setempat meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada risiko kesehatan langsung akibat hilangnya sampel tersebut. Virus-virus ini akan kehilangan kemampuan untuk menginfeksi setelah dikeluarkan dari penyimpanan ultra-dingin, sehingga tidak membahayakan masyarakat.
Namun, para ahli menyebutkan bahwa prosedur standar laboratorium yang tidak tepat diduga menyebabkan kerusakan pada sampel, dan hingga saat ini, tidak ada laporan kasus infeksi baru terkait hal ini di Queensland.
“Fokus utama saat ini adalah memahami dan mengatasi pelanggaran prosedur yang terjadi selama transfer sampel,” tambah laporan tersebut.
Sebelumnya, pemerintah Queensland melaporkan hilangnya banyak botol sampel virus berbahaya dari Laboratorium Virologi Kesehatan Masyarakat. Sampel-sampel yang hilang tercatat pada tahun 2021 akibat kegagalan sistem biosekuriti. Insiden ini baru terungkap pada Agustus 2023, setelah kerusakan pada sistem pendingin yang menyebabkan transfer sampel yang tidak tepat tanpa dokumentasi yang diperlukan.
Dari 323 botol yang hilang, hampir 100 botol mengandung virus Hendra, dua botol mengandung virus Hantavirus, dan 223 botol mengandung virus Lyssavirus.
Virus Hendra pertama kali teridentifikasi di Australia pada tahun 1990-an dan diketahui dapat menginfeksi manusia, dengan tingkat kematian mencapai 57%. Hantavirus, yang ditularkan oleh hewan pengerat, dapat menyebabkan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) dengan tingkat kematian sekitar 38%. Sementara itu, Lyssavirus, yang terkait erat dengan rabies, juga menunjukkan risiko kematian yang tinggi.
Meski demikian, para ahli menyatakan bahwa virus-virus ini kehilangan kemampuan infeksi secara cepat apabila tidak disimpan pada kondisi yang tepat. Walau ada potensi risiko teoritis jika ada paparan setelah sampel dikeluarkan dari freezer, skenario ini dianggap sangat tidak mungkin.
Namun, beberapa ahli mengkhawatirkan potensi bahaya jika sampel virus tersebut jatuh ke tangan yang salah, yang bisa menambah potensi risiko kesehatan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penyelidikan yang lebih mendalam dan meningkatkan kewaspadaan dalam penanganan patogen berbahaya, terutama setelah krisis kesehatan global yang baru-baru ini terjadi.
Sementara itu, Departemen Kesehatan Queensland belum memastikan apakah sampel yang hilang telah dihancurkan, tetapi menegaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan pencurian atau penyalahgunaan.
Penyelidikan lebih lanjut difokuskan pada pelanggaran prosedur selama proses transfer sampel yang dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan tersebut.