KALIANDA - Pendistribusian minyak goreng kemasan tanpa merek, tanpa syarat keamanan pangan, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan izin edar dari BPOM yang dilakukan oleh Paslon 02, Egy-Syaiful, dinilai melanggar aturan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Hukum Paslon nomor urut 1, Hasanudin Yunus, SH, dalam konferensi pers yang digelar di sekretariat BBHAR, Senin 7 Oktober 2024
Menurutnya, kegiatan kampanye Paslon 02 yang mengusung tajuk Pasar Murah ini merupakan penyebaran produk pangan olahan ilegal.
“Produk minyak goreng sawit kemasan diwajibkan memiliki label dengan keterangan produk, pernyataan halal, logo SNI, merek, dan izin edar. Jika produk pangan olahan tersebut tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan, maka dapat dianggap sebagai produk ilegal dan dilarang diedarkan dalam bentuk apa pun,” ujar Hasanudin.
Dia meminta pihak berwenang, seperti Kepolisian Republik Indonesia, Satgas Pangan, Kejaksaan, dan instansi terkait lainnya, untuk segera mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku terkait peredaran minyak goreng kemasan ilegal yang tanpa label, merek, serta izin edar.
“Minyak goreng kemasan yang didistribusikan oleh tim Paslon 02 secara masif kepada masyarakat merupakan produk pangan ilegal,” tegasnya.
Hasanudin menegaskan bahwa tudingan tersebut berdasarkan peraturan yang mengatur produk pangan olahan, seperti UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian.
“Di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pemberlakuan SNI terhadap Minyak Goreng Sawit Secara Wajib, diatur secara tegas mengenai standarisasi untuk produk minyak goreng kemasan serta persyaratan tara pangan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Hasanudin menjelaskan bahwa hal ini juga diatur oleh lembaga non-kementerian mengenai kewajiban izin edar terhadap produk pangan olahan yang harus memenuhi SNI, sebagaimana tertuang dalam Peraturan BPOM RI Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.
“Setelah diatur oleh Menteri Perindustrian, minyak goreng sawit sebagai produk pangan olahan wajib memiliki SNI dan izin edar untuk memastikan standar keamanan, mutu, dan khasiat produk,” ujarnya.
Hasanudin juga merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat. Pada Pasal 2 dinyatakan bahwa minyak goreng yang diperdagangkan kepada konsumen harus menggunakan kemasan.
Selanjutnya, pada Pasal 3, produsen minyak goreng dan pengemas bertanggung jawab terhadap keamanan, mutu, dan kandungan zat gizi minyak goreng yang diperdagangkan.
“Pasal 4 menyebutkan bahwa kemasan harus memenuhi ketentuan, tidak mudah rusak, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan ukuran maksimal 25 kg atau 27,5 L,” imbuhnya.
Hasanudin menilai bahwa penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, tidak cermat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi mereka.
“Sesuai Pasal 18 dan 40 PKPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye, kampanye dapat dilakukan dengan metode lain yang tidak melanggar aturan. Namun, mendistribusikan minyak goreng kemasan tanpa merek, label SNI, dan izin edar, merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan,” jelasnya.