JAKARTA - Yayasan Komunitas Thrifting Indonesia (KTI) meminta Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memberikan diskresi terbatas terkait aturan impor pakaian bekas ke Indonesia.
Dengan diskresi terbatas tersebut diharapkan tidak ada larangan penggunaan dan penjualan pakaian bekas thrifting.
Permintaan KTI ini sudah disampaikan secara resmi melalui surat permohonan ke Mendag Zulhas untuk memberikan solusi diskresi terbatas terkait Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Permendag tersebut telah mengakibatkan larangan impor pakaian thrifting.
KTI menyampaikan alasan penggunaan dan penjualan pakaian bekas thrifting yang seharusnya tidak dilarang dalam surat bernomor 03/PusatKTI/IX/24.
BACA JUGA:Pj Sekkab Tanggamus Hadiri Sosialisasi dan Ikrar Netralitas Kepala Desa untuk Pilkada Serentak 2024
Ketua Umum KTI Aloysius Maria Tjahja Adji berharap, Zulhas dapat bersikap bijak terkait permohonan ini. Pasalnya, thrifting penting bagi ekonomi rakyat serta keberlanjutan lingkungan.
"Kami Pengurus yayasan menyebut bahwa pakaian bekas akan mendukung ekonomi sirkular dan lebih ramah lingkungan, Hal ini karena dapat meminimalisir sampah rumah tangga," ujar Aloysius.
Aloysius mengatakan, survei Goodstats 2022 menunjukkan bahwa sekitar 49,4 persen atau hampir 50 persen anak muda mengaku pernah membeli barang fesyen bekas dari hasil thrifting.
Sementara, sekitar 34,5 persen mengaku belum pernah mencoba thrifting. Sedangkan sisanya sebanyak 16,1 persen, memilih untuk tidak akan pernah mencoba membeli barang hasil thrifting.
Menurut Aloysius, data survei Goodstats tersebut menandakan bahwa gaya hidup thrifting ini sudah menjadi tren populer di kalangan masyarakat.
"Bagi kami, larangan impor pakaian bekas berdasarkan alasan merugikan industri tekstil nasional dianggap tidak tepat. Mereka mengklaim bahwa penurunan kinerja sejumlah pabrikan pakaian disebabkan oleh masalah keuangan dan manajemen internal, bukan semata-mata akibat persaingan dengan produk thrifting," ungkapnya.
Lebih lanjut, Aloysius mengatakan, pihaknya menyoroti anomali dalam kebijakan pemerintah yang mengizinkan impor alat-alat bekas seperti pesawat, kapal, dan alat medis, tetapi melarang impor pakaian bekas yang tidak menimbulkan risiko besar bagi pengguna.
Menurut Aloysius, Indonesia sebaiknya mengikuti kebijakan negara tetangga, seperti Malaysia dan Timor Leste yang justru memanfaatkan impor pakaian bekas sebagai sumber pendapatan negara.
BACA JUGA:PKB Kecewa KPU dan Bawaslu Tetapkan Caleg Terpilih yang Sudah Diberhentikan