Mendunia lewat Teknik Pasir Bertasbih
Faizan Zuhairi Muakhadatu, seniman kaligrafi asal Lampung. -FOTO M. ARIF/RADAR LAMPUNG-
BANDARLAMPUNG – Provinsi Lampung diam-diam menyimpan banyak talenta Istimewa. Faizan Zuhairi Muakhadatu salah satunya. Pria ini memfokuskan diri pada seni kaligrafi menggunakan bahan pasir.
Sayangnya, nama seniman ini lebih dikenal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kisahnya bermula pada tahun 1997 silam. Saat itu, Indonesia tengah dilanda krisis moneter.
Harga semua barang naik drastis. Tak terkecuali alat-alat lukis seperti cat, kanvas, dan kuas. Tentu saja hal ini sangat berdampak langsung pada para pelaku seni, termasuk Faizan.
BACA JUGA:Ribuan Warga Mengamuk karena Teror Harimau Belum Bisa Diatasi
Namun, masa-masa sulit tersebut tidak membuat Faizan menyerah. Darah seninya terus menuntut agar ia tetap menyalurkan bakatnya dengan menghasilkan karya.
Hal ini membuat Faizan harus memutar otak untuk mencari terobosan baru. Selama beberapa tahun, Faizan dan para seniman lain memikirkan sesuatu yang berbeda.
Akhirnya, Faizan mendapat informasi tentang pasir sebagai media seni lukis. Namun demikian, baru sekitar tahun 2002 Faizan secara khusus mempelajari teknik seni lukis menggunakan bahan pasir ini.
BACA JUGA:Persiapan Menyambut Datangnya Bulan Suci Ramadan
Baginya, bukan perkara mudah mempelajari hal baru. Terutama bahan pasir yang memiliki beragam teknik. Maka tak heran bila Faizan membutuhkan waktu dan proses yang cukup panjang untuk menguasai semua teknik tersebut.
"Itu kan kita belajar otodidak. Yang biasanya melukis pakai cat, sekarang harus diubah menggunakan pasir," katanya kepada Radar Lampung.
Setelah hampir 6 tahun lamanya berproses, Faizan akhirnya mulai percaya diri berkarya. Pada 2008, Faizan membuat lukisan pertama sekaligus menemukan konsep khusus untuk karyanya.
Faizan kemudian fokus pada satu konsep yakni seni kaligrafi dan terus menekuninya. Karya-karya itu mulai ia pasarkan melalui berbagai pameran yang diadakan di berbagai daerah. Seperti di Jakarta, Bandung, Surabaya, Lombok, Sulawesi, Sumbawa dan banyak daerah lain di Indonesia.
Secara rutin dan penuh semangat, pameran karya seninya itu ia lakukan sejak tahun 2011 hingga 2015. Disusul dengan pameran-pameran lain yang ia ikuti demi memperkenalkan seni lukis kaligrafi berbahan pasir.
"Saya ingat betul karya pertama saya ukuran 30x40 cm dibeli orang dari daerah Padang, Sumatera Barat seharga Rp3 juta. Itu sekitar tahun 2011," kenangnya.