Program Bedah Rumah BSMS Jadi Temuan BPK
Contoh realisasi program bansos BSMS. -FOTO PRIMA IMANSYAH PERMANA-
Pada temuan BPK ini, August Riko menyampaikan pihaknya tidak ada pengembalian uang. Tetapi diminta untuk melengkapi administrasi program BSMS.
Tahun 2023, ada sebanyak 632 penerima program bansos BSMS. Masing-masing penerima mendapatkan dana Rp20 juta. Sehingga dana yang dialokasikan mencapai Rp12.640.000.000.
August Riko menjelaskan, terkait poin pertama mengenai mekanisme penyaluran dana BSMS tidak sesuai ketentuan. Teknis pelaksanaan program BSMS ini mengacu pada Pergub Lampung Nomor 60 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan BSMS dan Pondok Wisata di Provinsi Lampung.
Pada Pasal 16 Ayat 3 berbunyi, pemanfaatan BSMS dalam bentuk uang dilakukan oleh penerima BSMS dengan cara pemindahbukuan/transfer uang dari rekening penerima BSMS ke rekening toko/penyedia bahan bangunan untuk pembelian bahan bangunan dan penarikan tunai untuk pembayaran upah pekerja.
Pasal 16 Ayat 4 berbunyi: pemindahbukuan/transfer uang sebagaimana dimaksud dilakukan setelah bahan bangunan dikirim oleh toko/penyedia bahan bangunan dan diterima oleh penerima BSMS.
"Dapat kami tambahkan berdasarkan pengalaman pada beberapa daerah ketika penerima BSMS diberikan uang tunai secara langsung justru uang yang seharusnya dibelikan bahan bangunan tidak digunakan dengan benar," ucapnya.
"Tapi justru untuk membeli kebutuhan pribadi seperti membeli TV, HP, kredit motor atau membayar utang lainnya. Sehingga tujuan utama untuk meningkatkan kualitas rumah dari RTLH ke RLH tidak tercapai," imbuhnya.
Oleh karena itu, kata August Riko, gubernur menetapkan bahwa penerima bantuan tidak diberikan uang tunai secara langsung dan pengelolaan uangnya berdasarkan daftar rencana pemanfaatan bantuan.
Untuk penunjukan toko atau penyalur dilakukan oleh penerima bantuan secara berkelompok dan diketahui oleh kepala desa/lurah. Umumnya toko/penyalur tersebut berada pada radius penyaluran/distribusi yang tidak membebani biaya kirim.
Kemudian adanya itikad atau niat baik dari toko/penyalur untuk memberikan kemudahan tunda bayar (hutang material) yang tentunya tidak semua toko/penyalur memberikan kemudahan ini.
Kelayakan inilah, menurut August Riko, yang menjadi pertimbangan utama dalam menentukan toko/penyalur yang terpilih. Penyalur ditunjuk pada kondisi tidak ditemukan toko bahan bangunan di desa tersebut atau toko bahan bangunan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan material secara bersamaan dalam jumlah banyak.
Disinggung penyebab penerima bantuan tidak dapat membeli barang/material dengan harga termurah, dijelaskan August Riko, itu dikarenakan konsekuensi dari pemilihan toko/penyalur secara kolektif.
Selama harga yang ditawarkan tidak melebihi dari harga dasar kabupaten/kota setempat, maka pembelian barang di toko tersebut masih dapat dilakukan.
Kemudian tanggapan untuk poin kedua mengenai realisasi belanja yang dilakukan oleh penerima BSMS tidak sesuai dengan RAB perencanaan pada proposal.
August Riko menjelaskan, umumnya dalam setiap proses pembangunan terdapat perubahan rencana yang tidak dapat diprediksi sejak awal. Sehingga terdapat beberapa bahan material yang harus dilakukan pergantian jenis maupun kuantitasnya sepanjang harganya masih masuk dalam batas kewajaran.