Minggu, 07 Jul 2024
Network
Beranda
Berita Utama
Ekonomi Bisnis
Lampung Raya
Politika
Olahraga
Metropolis
Lainnya
Advertorial
Edisi Khusus
Iklan Baris
Sosok
Bursa Kerja
Arsitektur
Wisata dan Kuliner
Otomotif
Teknologi
Lifestyle
Kesehatan
Hobi
Kriminal
Pendidikan
Edisi Ramadan
Network
Beranda
Lainnya
Detail Artikel
Mimpi Indah Putri Ayah
Reporter:
Tim Redaksi
|
Editor:
Rizky Panchanov
|
Jumat , 21 Jun 2024 - 19:42
-Ilustrasi Freepik-
mimpi indah putri ayah karya olivia ramadhani bimbang, mungkin itu yang sedang dirasakan oleh annisa putri sekarang. dalam ruangan tidur persegi, ia terduduk di meja belajar dengan mengandalkan pencahayaan minim dari lampu kecil bergambar doraemon. ruangan kamarnya sengaja dibuat gelap supaya dapat bersanding dengan langit malam di balik jendela. sudah setengah jam gadis berusia tujuh belas tahun itu berdiam di sana. pandangannya tertuju pada selembar kertas yang sejak tadi ia genggam. tertera sebuah tulisan hitam tercetak tebal di sana, tunggakan bayaran sekolah. jika bisa diungkapkan, pening rasanya melihat deretan angka yang cukup banyak itu. apalagi saat angka yang tertulis pada bagian paling bawah menunjukkan nominal yang cukup besar. itu membuat suasana hati annisa tak kunjung tenang. baca juga:menepis kecemasan aldous huxley sebagai pelajar tingkat akhir, ia sudah diberi kertas bayaran setiap semester. tentu karena ia bersekolah di swasta dan hal itu selalu menjadi ketakutan terbesar dalam dirinya. ia melirik kumpulan catatan kecil yang sengaja ditempel di sekitar meja. tulisan-tulisan itu seperti sebuah motivasi untuk annisa mengejar harapan terbesarnya, menjadi seorang dokter. air mata pun tiba-tiba lolos dari netra legam milik annisa. "aku nggak bisa kasih ini ke ayah," katanya, sembari meremas kertas itu. ya, annisa tidak bisa. ia tidak sanggup memberikan kertas itu pada lelaki yang sangat ia sayangi. lelaki dengan kerutan wajah dan senyum paling hangat. ia yang selalu bekerja serabutan demi mengabulkan harapan putri kecilnya. baca juga:butuh segera guru pjok. dengan keluarga yang jauh dari kata mampu, bisa sekolah pun annisa sudah bersyukur. namun permasalahannya, annisa harus berkuliah untuk menjadi seorang dokter. belum lulus saja biaya sekolah annisa sudah sebanyak ini, apalagi kalau kuliah. annisa tahu umur ayahnya semakin tua, mana bisa harus terus memenuhi kemauan annisa. walau beliau tak pernah mengeluh, annisa tahu berapa banyak lelah yang dipikul di punggung lebarnya itu. annisa menghentikan lamunannya dan mengusap air mata yang masih membekas di pipi. lalu ia beranjak bangun. berharap esok akan ada keajaiban yang menantinya. annisa menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. perlahan, ia memejamkan mata. **** "anak ayah cepet banget gedenya, tahu-tahu besok jadi dokter," kata sunarno, nama lelaki kepala lima yang sedang mengayuh sepeda ontel. di belakangnya ada annisa yang sudah memakai seragam sekolah. ini adalah rutinitas sunarno mengantarkan putri semata wayangnya ke sekolah sebelum ia pergi bekerja di pasar. annisa hanya diam, mengeratkan pelukannya di pinggang sang ayah. "ayah harus makin semangat kerjanya." mendengar semangat dari sang ayah, hati annisa terasa melemah. "nisa nggak mau kuliah, ayah," lirihnya, ragu-ragu. ucapan yang terdengar itu membuat senyum sunarno pudar. "kenapa, nak?" "annisa tidak mau merepotkan ayah terus," jawab annisa. tentu jawaban itu membuat sang ayah menghentikan sepedanya. ia kemudian turun dari sepeda tua itu. "annisa kok mikir begitu?" tanya sunarno, menatap serius. "aku mana tega, ayah! melihat ayah kesusahan angkat tumpukan karung di pasar. melihat ayah kepanasan jualan koran di pinggir jalan. aku nggak bisa lihat itu!" tangis annisa pecah seketika. ia melanjutkan perkataannya, "gimana kalau nanti annisa nggak berhasil jadi dokter? gimana kalau annisa malah membuang-buang usaha ayah? annisa nggak mau ayah sakit gara-gara annisa!" melihat sang anak menangis sesenggukan, sunarno hanya diam. ia membiarkan annisa menyelesaikan tangisnya sembari mengusap pucuk kepalanya pelan. saat tangis itu mulai mereda, sunarno menghela napas panjang, sebelum akhirnya mengusap pipi sang putri. "nduk, dengerin ayah. ayah cuma punya kamu satu-satunya. kebahagiaan ayah hanyalah kamu. kamu harus mengejar harapan kamu," sunarno menjeda sebentar penjelasannya. "ayah nggak pernah lelah demi senyummu. ayah bisa lakukan apa saja. toh kalau ayah sakit nantinya, kan ada putri ayah yang akan mengobati. dokter annisa!" tegasnya. lalu, ia mencium kening annisa. "soal biaya itu sudah tugas ayah. sekarang ayah cuma mau annisa janji untuk nggak akan pernah mematahkan harapan milik annisa, karena bahagia ayah ialah lihat annisa sukses. annisa nggak mau buat ayah sedih, kan?" sunarno menyodorkan kelingking, menunggu annisa menautkan kelingking miliknya. "tapi, ayah …” sela annisa. "putri ayah nggak pernah ragu untuk berusaha," tekan sunarno yang lantas membuat annisa mulai merasa bangkit. ia menautkan kelingking ke jari sang ayah. "baik, aku janji akan buat ayah paling bahagia sedunia!" ucapnya semangat. sunarno tertawa mendengarnya. jauh dari mereka, seseorang tengah memperhatikan. sebelum akhirnya pergi. *** "annisa, kamu dipanggil pak eri," syafa si sekretaris kelas memanggil annisa yang sedang menyalin catatan temannya. annisa menoleh, kemudian mengerutkan keningnya. “ada apa kepala sekolah memanggil? apa masalah bayaran sekolah?” dengan perasaan ragu-ragu, akhirnya annisa melangkah pergi ke ruang guru mencari keberadaan pak eri yang memanggilnya. "bapak panggil annisa?" tanya annisa, menghampiri pak eri yang duduk di ruangan kerjanya. pak eri mengangguk dan mempersilakan annisa duduk. hening selama beberapa menit, pak eri belum juga memulai pembahasan. "kamu peringkat dua di kelas ya?" tanya pak eri membuka pembicaraan. "iya, pak. he, he," jawab annisa, malu-malu. "udah siap mau jadi dokter?" tanya pak eri lagi, lantas membuat annisa terkejut. "kok bapak tahu annisa mau jadi dokter?" pak eri pun tersenyum, menatap annisa dengan keyakinan. "tentu, bapak tahu semuanya," katanya. "bapak sudah cari beasiswa kedokteran, untuk kamu. alhamdulillah ada yang memenuhi kriteria. bapak mau dengar pendapatmu." ucapan pak eri lantas membuat annisa ternganga, sungguh ini benar-benar sebuah keajaiban. "bapak serius?" saking terkejutnya, annisa sampai berteriak ke pak eri. pak eri hanya tertawa, lalu mengangguk. "iya, tapi kamu harus janji. kamu harus jadi dokter yang hebat di masa depan nanti dan pastinya membuat ayahmu bangga." "saya janji, pak! terima kasih banyak, pak!" tak terasa air mata annisa mengalir. ia meraih punggung tangan pak eri dan menciumnya. "berterimakasihlah kepada ayahmu dan allah yang sudah memberi kamu kesempatan melalui bapak." annisa mengangguk mantap, tak henti-hentinya ia berucap syukur. "alhamdulillah, terima kasih, ya allah." *** "ngawur aja, kamu tuh coba banyak-banyak ngaca. narno. mana bisa anak buruh bisa jadi dokter!" cibir slamet, teman kerja sunarno yang lebih tua. mereka baru saja memikul karung beras, dan sedang duduk istirahat di ruko kosong. tentu saja slamet sedang meremehkan cerita sunarno yang bermimpi sang anak menjadi dokter. "tapi saya yakin, kok. pak. anak saya bisa jadi dokter yang hebat. makanya saya semangat banget ini kerjanya!" kata sunarno, menunjukkan kegigihan lewat senyumnya. slamet hanya tertawa kecil, mengibaskan tangannya di udara. "bosen deh, dengernya. mending kamu pikirkan besok mau makan apa. untung-untung masih bisa hidup sampai sekarang," hinanya, terdengar begitu menyakitkan. sunarno hanya tertawa. "ya sudah, tidak apa-apa kalau bapak meragukan. saya mohon doanya saja supaya anak saya bisa dimudahkan cita-citanya," kata sunarno. slamet hanya memutar bola matanya malas. "dasar orang miskin," ucapnya lagi. "emang orang miskin, kenapa emangnya? salah kalau punya mimpi yang tinggi?" suara annisa tiba-tiba terdengar di perbincangan mereka. lantas sunarno menoleh kebelakang dan mendapati sang anak yang baru saja pulang sekolah. "nduk, tiba-tiba dateng aja. jangan kaya gitu ke pak slamet, tidak sopan," kata sunarno, mengingatkan. annisa tak menjawab. ia mengeluarkan sesuatu dari tas, menunjukkan kepada dua pria itu sebuah kertas bertuliskan beasiswa kedokteran. "lihat, aku bisa buktiin kalau anak orang miskin ini bisa sukses nantinya!" tegas annisa. sang ayah yang melihat kertas itu terkejut bukan main. "dari mana itu, nak?" tanyanya. "dari pak eri. beliau yang bantu aku untuk kejar cita-cita. dan aku pasti bisa jadi dokter! " sunarno pun bangkit, memeluk tubuh mungil anak kesayangannya. untuk pertama kalinya, sunarno menangis, "alhamdulillah ya, allah." annisa membalas pelukan hangat dari sunarno, perasaan haru menyelimuti mereka. slamet yang melihat itu hanya mendengus. "sana usaha, kalau udah jadi dokter nanti saya berobat digratiskan. kalau mampu," cibir pak slamet sambil tersenyum merendahkan *** 13 tahun kemudian. "uhuk-uhuk!" siti mengusap pelan dada sang suami, berharap bisa meredakan batuknya. kini pria paruh baya itu sedang diperiksa oleh salah satu perawat di rumah sakit. "bapak slamet sudah batuk kronis, jadi harus ditangani lebih lanjut," kata perawat itu. mendengar itu, sang istri menatap slamet sedih, lalu beralih ke perawat lagi. "biayanya mahal ya, dok?" tanya siti ragu-ragu. "iya, karena butuh penanganan intensif." "saya sudah nggak punya uang lagi," lirih slamet. "eh, pak slamet, ya? sudah lama nggak bertemu." mendengar namanya dipanggil, slamet menoleh. alangkah terkejutnya slamet, saat mendapati sosok dokter cantik dengan balutan jas putih. "a-annisa? ini kamu?" yang dipanggil annisa pun tersenyum. ia menghampiri pak slamet yang kini terbaring di ranjang. "iya, ini aku, pak, annisa," jawab annisa. slamet mengamati annisa dari atas sampai bawah, air matanya pun tak terasa mengalir. ia tersenyum kecil. "kamu benar-benar jadi dokter ya, nak." "iya alhamdulillah, semua berkat allah dan kegigihan ayah saya." annisa menepuk pelan pundak si perawat, lalu bertanya, "ada apa?” "pasien batuk kronis dan butuh penanganan lebih. mereka harus menyiapkan biaya," jelas si perawat. "gratiskan semua biayanya. rawat beliau dengan baik. semua saya tanggung," ucap annisa. slamet terkejut, lantas terbangun dari tidurnya. "apa? yang benar?" tanya slamet, terkejut. "sesuai ucapan bapak dahulu," jawab annisa. slamet lantas langsung menangis saat itu juga, meraih kedua tangan annisa dan menciumnya. "maafkan saya, nak. maafkan semua yang saya ucapkan dulu," sesalnya. annisa menarik kedua tangannya, lalu menegakkan kepala slamet. ia tersenyum hangat, senyum yang sama dengan milik teman lamanya, sunarno. "lupakan kejadian yang sudah lalu, pak. saya tidak pernah marah. ini adalah salah satu ajaran dari ayah saya. sekarang, bapak cukup fokus untuk sembuh. insyaallah saya akan selalu membantu." slamet yang mendengarnya pun tersenyum haru. memang benar, keajaiban itu akan datang. tak peduli siapa pun kita. dengan doa dan kegigihan usaha, pasti akan memberikan hasil yang terbaik. annisa berharap, ia bukanlah satu-satunya yang percaya dengan pernyataan itu. (*)
1
2
3
4
»
Last
Tag
# cerita pendek
# cerpen
# sastra
# sastra milik siswa
Share
Koran Terkait
Kembali ke koran edisi Koran Radar Lampung Edisi Minggu, 23 Juni 2024
Berita Terkini
Siswa SMP Al Kautsar Raih Juara di Ajang KSN dan KSM
Pendidikan
1 menit
Tiga Mahasiswa Prodi DKV Darmajaya Wakili Lampung di Peksiminas 2024
Pendidikan
3 menit
Berbuat Asusila Sesama Jenis, Remaja Diamankan
Lampung Raya
7 menit
Pelayanan Online SEWUATI Ditutup Sementara
Lampung Raya
9 menit
SK Struktur Organisasi BLUD Puskesmas Disusun
Lampung Raya
11 menit
Berita Terpopuler
Iklan Baris 8 Juli 2024
Iklan Baris
5 jam
Contekan Penalti di Botol Minum Kiper Antar Inggris ke Semifinal Euro 2024
Olahraga
7 jam
Pemerintah Berencana Berlakukan Bea Masuk Impor 200 Persen
Ekonomi Bisnis
4 jam
Transportasi Digitalisasi untuk Tutup Celah Pungli di Pelabuhan Panjang
Metropolis
1 jam
Belanda ke Semifinal Euro 2024 Usai Menang Comback Atas Turki 2-1
Olahraga
7 jam
Berita Pilihan
Pj. Gubernur Samsudin Minta KPK dan Satgas Bergerak Usut Pungli di Pelabuhan Panjang
Berita Utama
3 hari
RMD dan UA Gelar Konferensi Nasi Uduk dengan Nunik dan Jihan
Berita Utama
3 hari
Ada Indikasi Kongkalikong, Belanja Makan-Minum dan ATK Pemkab Lamsel Senilai Rp5 M Bermasalah
Berita Utama
3 hari
Pencapaian Timnas U-16 Peringkat Ketiga Patut Diapresiasi
Olahraga
4 hari
Heboh Diduga Lecehkan Profesi Wartawan, Anggota DPRD Waykanan Ini Klarifikasi
Lampung Raya
4 hari