RAHMAT MIRZANI

Mimpi Indah Putri Ayah

-Ilustrasi Freepik-

Mendengar itu, sang istri menatap Slamet sedih, lalu beralih ke perawat lagi. "Biayanya mahal ya, Dok?" tanya Siti ragu-ragu. 

"Iya, karena butuh penanganan intensif." 

"Saya sudah nggak punya uang lagi," lirih Slamet. 

"Eh, Pak Slamet, ya? Sudah lama nggak bertemu." 

Mendengar namanya dipanggil, Slamet menoleh. Alangkah terkejutnya Slamet, saat mendapati sosok dokter cantik dengan balutan jas putih. 

"A-annisa? Ini kamu?" 

Yang dipanggil Annisa pun tersenyum. Ia menghampiri Pak Slamet yang kini terbaring di ranjang. "Iya, ini aku, Pak, Annisa," jawab Annisa.

Slamet mengamati Annisa dari atas sampai bawah, air matanya pun tak terasa mengalir. Ia tersenyum kecil. "Kamu benar-benar jadi dokter ya, Nak."

"Iya alhamdulillah, semua berkat Allah dan kegigihan Ayah saya." Annisa menepuk pelan pundak si perawat, lalu bertanya, "Ada apa?”

"Pasien batuk kronis dan butuh penanganan lebih. Mereka harus menyiapkan biaya," jelas si perawat. 

"Gratiskan semua biayanya. Rawat beliau dengan baik. Semua saya tanggung," ucap Annisa. 

Slamet terkejut, lantas terbangun dari tidurnya. "Apa? Yang benar?" tanya Slamet, terkejut.

"Sesuai ucapan Bapak dahulu," jawab Annisa. 

Slamet lantas langsung menangis saat itu juga, meraih kedua tangan Annisa dan menciumnya. "Maafkan saya, Nak. Maafkan semua yang saya ucapkan dulu," sesalnya. 

Annisa menarik kedua tangannya, lalu menegakkan kepala Slamet. Ia tersenyum hangat, senyum yang sama dengan milik teman lamanya, Sunarno. 

Tag
Share