RAHMAT MIRZANI

Mimpi Indah Putri Ayah

-Ilustrasi Freepik-

"Emang orang miskin, kenapa emangnya? Salah kalau punya mimpi yang tinggi?" suara Annisa tiba-tiba terdengar di perbincangan mereka.

Lantas Sunarno menoleh kebelakang dan mendapati sang anak yang baru saja pulang sekolah. 

"Nduk, tiba-tiba dateng aja. Jangan kaya gitu ke Pak Slamet, tidak sopan," kata Sunarno, mengingatkan. 

Annisa tak menjawab. Ia mengeluarkan sesuatu dari tas, menunjukkan kepada dua pria itu sebuah kertas bertuliskan beasiswa kedokteran. 

"Lihat, aku bisa buktiin kalau anak orang miskin ini bisa sukses nantinya!" tegas Annisa.

Sang Ayah yang melihat kertas itu terkejut bukan main. "Dari mana itu, Nak?" tanyanya. 

"Dari Pak Eri. Beliau yang bantu aku untuk kejar cita-cita. Dan aku pasti bisa jadi dokter! " 

Sunarno pun bangkit, memeluk tubuh mungil anak kesayangannya. Untuk pertama kalinya, Sunarno menangis, "Alhamdulillah ya, Allah." 

Annisa membalas pelukan hangat dari Sunarno, perasaan haru menyelimuti mereka. Slamet yang melihat itu hanya mendengus. 

"Sana usaha, kalau udah jadi dokter nanti saya berobat digratiskan. Kalau mampu," cibir Pak Slamet sambil tersenyum merendahkan

***

 

13 tahun kemudian.

"Uhuk-uhuk!" Siti mengusap pelan dada sang suami, berharap bisa meredakan batuknya. Kini pria paruh baya itu sedang diperiksa oleh salah satu perawat di rumah sakit. 

"Bapak Slamet sudah batuk kronis, jadi harus ditangani lebih lanjut," kata perawat itu.

Tag
Share