Salah Satu RS Swasta di Lamteng Diadukan ke DPRD Lampung
MENGADU KE DPRD: Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia Provinsi Lampung (IKA BH) mengadukan salah satu RS swasta di Lamteng ke Komisi V DPRD Lampung. --FOTO PRIMA IMANSYAH PERMANA
BANDARLAMPUNG - Pelayanan rumah sakit (RS) swasta yang beralamat di Jl. Proklamator Raya, Kecamatan Terbanggibesar, Lampung Tengah, diadukan ke DPRD Lampung. Pengaduan ini disampaikan Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia Provinsi Lampung (IKA BH) ke Komisi V DPRD Lampung yang membawahi bidang kesehatan, Senin (10/6).
IKA BH menjadi kuasa hukum dari Sudirwan yang mengaku istrinya meninggal dunia akibat kelalaian yang dilakukan oleh RS swasta tersebut. Ada empat permintaan IKA BH kepada DPRD Lampung. Pertama, minta dilakukan pengawasan dan pendampingan permasalahan yang menimpa kliennya. Kedua, melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap izin standar operasional pelayanan kesehatan di RS swasta tersebut.
Ketiga, membentuk tim investigasi untuk mengusut persoalan yang menimpa kliennya dan koordinasi dengan aparat penegak hukum. Keempat, memanggil para pihak, yaitu kliennya, RS yang bersangkutan, dan stakeholder terkait, untuk dibahas di rapat dengar pendapat.
Kepada awak media, anggota IKA BH Provinsi Lampung Meidy Muhamad Putra mengatakan, pelayanan RS ini kerap dikeluhkan masyarakat karena kurang menyenangkan. Meidy Muhamad Putra menyebut, lantaran kelalaian dari RS swasta tersebut membuat istri kliennya meninggal dunia. "Tapi, selain itu banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis RS tersebut," ujar Meidy Muhamad Putra.
Meidy Muhamad Putra menjelaskan kronologi meninggalnya istri kliennya tersebut dari sakit yang dideritanya pada 9 April 2024. Isteri kliennya sempat dibawa ke klinik dan RS swasta lainnya sebelum akhirnya dibawa ke RS yang di adukan ke DPRD ini. Ketika berada di RS swasta ini, disampaikan Meidy Muhamad Putra, istri kliennya mendapat penanganan di UGD.
Kemudian istri kliennya dilakukan rontgen dan CT Scan, tapi tidak dilakukan di RS tersebut. Namun, dibawa ke RS lainnya. Saat perjalanan untuk melakukan CT Scan di RS Yukum Medical Center, pasien sudah mengingatkan bahwa tabung oksigen yang dipakai oleh pasien kurang dari setengah dan menunjukkan angka 600. "Diagnosis utama pasien adalah DBD shock syndrome yang keluhan utamanya adalah demam, lemas, dan sesak nafas," ucap Meidy Muhamad Putra.
Kemudian setelah CT Scan, kata Meidy Muhamad Putr,a isi dari tabung oksigen sudah habis dan pasien mengingatkan kepada tenaga medis untuk segera diganti tapi tidak ada tindakan. "Malah petugas medis yang mendampingi meminta dibawa kembali ke RS-nya, padahal tabung oksigen telah kosong," jelasnya.
Kemudian setelah tabung kosong, kata Meidy Muhamad Putra, pasien dibawa ke UGD RS Yukum Medical Center namun tidak didampingi oleh petugas medis dari RS yang diadukan ini. "Ketika tabung kosong tidak jadi dibawa ke MMH (rumah sakit yang diadukan, Red), malah dibawah ke UGD RS Yukum Medical Center," ucapnya.
"Di situ tidak didampingi oleh tenaga kesehatan yang sejak awal mendampingi. Saat itu dilakukan pertolongan medis, seperti pompa jantung dan nafas buatan yang dilakukan oleh suami," sambung Meidy Muhamad Putra.
Pada 13 Mei 2024, kata Meidy Muhamad Putra, pasien meninggal dunia di RS Yukum Medical Center. "Jelas kami kecewa dengan pelayanan RS MMH. Ini bukan dalam rangka negosiasi nyawa. Tapi, bentuk tanggung jawab dari RS karena jelas berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 pihak RS bertanggung jawab secara hukum terhadap kelalaian yang menyebabkan kerugian," tuturnya.
Terpisah, anggota Komisi V DPRD Lampung Budhi Condrowati mengatakan, aduan ini akan ditindaklanjuti dan memanggil RS tersebut untuk dimintai keterangan. "Komisi V sifatnya menengahi dan menjembatani aduan dari masyarakat. Nanti kita juga akan memanggil pihak dari RS. Jadi disinkronkan benar apa nggaknya? Kalau memang itu benar-benar terjadi, RS harus dievaluasi," ujarnya. (*)