Puan Maharani Sebut Posisi Ketua DPR RI Diduduki Partai Pemenang Pileg

Ketua DPR RI Puan Maharani -FOTO IST -

Ketua DPR RI Tetap dari Partai Pemenang

JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan posisi Ketua DPR RI periode 2024–2029 akan duduki oleh partai pemenang Pileg 2024. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3). 

’’Pemenang pemilu legislatif ya, yang seharusnya nanti berhak menjadi ketua DPR,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3).

 Puan pun membantah terkait rencana revisi UU MD3. Ia menegaskan, pimpinan DPR RI periode saat ini kompak untuk tidak melakukan revisi UU MD3. “Kita kompak, nggak ada revisi,” tegas Puan. 

BACA JUGA:Ada 181 Anggota Ad Hoc Meninggal Dunia Selama Pemilu 2024

 Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan tidak ada rencana untuk merevisi UU MD3. “Gak pernah denger,” cetus Dasco. 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebelumnya buka suara soal isu manuver Partai Golkar yang berpeluang menempati kursi Ketua DPR RI usai gelaran Pemilu 2024 lewat revisi Undang-undang MD3. 

Hasto menyebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR dan DPD, dan DPRD (MD3) disebutkan bahwa kursi ketua DPR RI ditentukan dari perolehan kursi terbanyak partai politik di DPR. 

BACA JUGA:PDIP Kirim 13 PHPU Pileg ke MK

PDIP menjadi partai politik yang berhasil meraih kemenangan pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Dengan begitu, secara otomatis kursi Ketua DPR RI akan diisi oleh kader dari PDIP sebagai partai pemenang. 

“Hormati suara rakyat, jangan biarkan ambisi-ambisi penuh nafsu kekuasaan dibiarkan. Kami ada batas kesabaran untuk itu,” tegas Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (25/3). 

Hasto pun menyinggung, Pemilu 2014 saat PDIP menjadi pemenang Pemilu, tapi tak mendapat kursi Ketua DPR RI. Kala itu, lewat revisi UU MD3, kursi ketua DPR diambil Golkar, sehingga PDIP tak ingin peristiwa serupa kembali berulang. 

“Golkar itu harus belajar dari 2014, karena seharusnya di dalam norma politik yang kita pegang, tidak bisa undang-undang yang terkait hasil Pemilu lalu diubah setelah Pemilu berlangsung,” pungkas Hasto. (jpc/c1/abd) 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan