Sebuah Kutipan Singkat

Ilustrasi Geral Altmannt-PIXABAY-Ilustrasi Geral Altmannt-PIXABAY-

“Astaga, lo ngapain sih sibuk amat kayaknya!“
“Eh iya iya, terserah aja deh gue “

“Lo dari tadi hp aja yang diliat. Tumben-tumbennya ada makanan kagak semangat.“  Yaffa yang tau aku sedang marah, langsung menaruh teleponnya ke dalam tas dan memesan makanan serta minuman.
“Eh, Cak, tapi gue ga bisa lama-lama. Ada urusan mendadak.“
“Tumben banget lo ada urusan mendadak. Ya udah deh gak papa.“

Tak lama Yaffa meninggalkanku sendiri di tempat itu. Ga biasa banget dia bersikap kayak gitu. Kayak beda aja dari hari-hari biasanya.

Setelah aku menyelesaikan makanku, aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Karena hari ini tidak terlalu padat, aku bisa bersantai-santai.

Sesampai di rumah, aku melihat tas seseorang yang tidak asing bagiku. Seperti tas Yaffa, tapi bukankah ia sibuk hari ini? Perlahan aku melangkah, memandang isi rumah, sangat gelap. Saat aku ingin menghidupkan lampu, tiba-tiba Yaffa beserta beberapa teman sekelasku datang dengan membawa kue dan balon.

“Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun kami ucapkan.“ Aku terkejut, bahkan aku lupa dengan hari kelahiranku.
“ Ah, terima kasih semua.“ Aku memeluk satu persatu orang yang berada di situ, bahkan Bi Dian pun ikut merayakan.
“Oh, jadi ini alesan lo sibuk, Yaf?“
“Hahahaha, gue rela telat demi lo, Cak,“ kata Yaffa.
“Iya deh makasih Yaffaku.“ Aku memeluknya erat.
“Ih, alay lu.“  Semua tertawa.
“Untuk balasannya, gue bakal traktir kalian semua besok.“
“Cak, ke kamar lo gih, gue udah siapin kejutan lagi buat lo.“
Aku langsung pergi menuju kamar. Di dalam kamar, aku hanya melihat balon yang berhamburan.
“Eh, kemana boneka sapi yang gue taruh di sini? Kuenya?“
Yaffa sibuk mencari sesuatu.
“Cak, tadi gue naruh boneka kesukaan lo, terus gue taruh kue buatan gue sendiri di kamar lo. Sengaja buat kejutan kedua gue.“
“ Lah kok bisa ilang? “
“Yah, padahal pertama kali gue berhasil buat kue itu, Cak.“
Ekspresi Yaffa berubah sedih.
“Ya udah, Yaff, ga pa-pa, next time lo buatin gue yang lebih enak lagi.“
Aku mencoba menenangkan Yaffa.
“Tapi, bisa tiba-tiba ilang tuh gimana ceritanya. Rumah lo ada hantunya kali Cak. Kebesaran rumah sih. Isi cuman dua orang.“
“Enak aja. Rumah gue suci dari setan.“
“Dah yuk, makan aja laper gue.“ Kata Yaffa sambil memegang perutnya.
***
Kejadian tadi siang tidak bisa kulupakan begitu saja. Ini bukan kisah horror atau kisah dongeng. Lalu, siapa yang mengambilnya? Terdengar aneh sebuah boneka dan kue yang menghilang secara tiba-tiba. Aku kembali melihat meja di kamarku. Tak ada tanda-tanda apapun. Tapi, aku melihat sebuah jejak kaki kecil, seperti jejak anak kecil berusiaa 7 tahun. Namun tidak begitu jelas bentuknya. Apakah ia hantu? Khayalanku sudah sangat tinggi, tetapi untuk membuktikannya aku pun tidak tahu caranya.
Aku melihat jendela kamarku. Terbuka lebar. Apakah sebelumnya aku yang membuka jendela ini? Tapi seingatku, aku sama sekali belum menyentuh jendela. Tapi jika ia maling, mengapa ia tidak mengambil benda yang lebih berharga dibanding dengan sebuah boneka dan kue? Sangat aneh.
                    ***
Pagi ini aku merasa badanku tidak sehat. Aku meminta Bi Dian untuk membawakanku bubur dan susu hangat. Agar tubuhku sedikit segar aku memutuskan untuk mandi air hangat.
“Mbak, makanannya Bibi taruh di meja ya.“ Kata Bi Dian dari balik pintu kamar mandi.
“Iya Bi. Makasih ya.“
Beberapa menit setelah aku selesai mandi, aku ingin mengisi perutku. Tapi bubur dan susu hangatku tak ada di atas meja, seperti apa yang aku perintahkan kepada Bi Dian. Apakah sudah Bi Dian pindahkan ke dapur?
Aneh. Kenapa bisa hilang secara tiba-tiba? Kemarin boneka dan kue, sekarang bubur dan susu hangat. Tidak masuk akal. Seperti disihir oleh seseorang, tapi siapakah yang melakukan hal sejahat itu?
***
Hari ini cukup melelahkan, dengan semua agenda yang padat. Seusai aku membersihkan diri, aku berbaring di atas kasurku dengan segelas teh hangat dan buku yang baru kubeli tadi. Tiba-tiba aku teringat kejadian kemarin. Semua itu masih menjadi teka-teki di pikiraanku.
Tiba-tiba perutku terasa lapar, aku beranjak dari kasur dan pergi ke dapur untuk mengambil beberapa cemilan. Aku membuka lemari makanan, tapi tidak ada cemilan satu pun. Apa stok cemilanku sudah habis? Bi Dian lupa membeli sepertinya. Akhirnya aku mengambil 2 buah apel dan pisang.
Saat aku kembali ke kamar, aku melihat tehku habis, seperti ada orang yang meminumnya. Kamar ini terasa horor. Kejadian makanan hilang tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali.
Sebentar, ini jejak kaki siapa? Aku berjalan mengikuti jejak kaki yang membekas di lantai kamar. Jejak itu mengarah ke jendela, lalu ke arah luar. Aku mengikuti jejak itu hingga berhenti di sebuah gubuk kecil tak jauh dari rumahku. Perlahan aku membuka pintu kecil itu. Terdapat kain yang sudah lusuh, beberapa botol bekas, dan boneka yang diberikan Yaffa. Aku memandang sekeliling isi ruangan itu. Gelap dan bau.
“ Halo? Ada orang di sini? “
“ Dug!“ Suara benturan terdengar dari dalam.
“ Halo. Tolong jawab saya.“
“ I iya di sini.“ Terdengar suara anak kecil yang begitu lemah. Ternyata ia sedang duduk di pojok. Wajahnya lesu, pakaiannya kotor, seperti tak pernah diurus. Ternyata anak kecil inilah pelaku dari semua barang yang hilang. Tiba-tiba seseorang menyentuh pundakku. Seorang ibu tua. Penampilannya seperti anak kecil itu. Sepertinya ia orang tuanya.
Kakiku gemetar, takut. Ibu itu menudingkan sebuah pisau tajam, ia terlihat ingin membunuhku.
“Pergi kau dari sini, atau pisau ini akan menusuk dadamu!“ Suaranya terdengar serius. Tanpa jawaban, aku meninggalkan tempat itu. Sesampainya di rumah aku segera tidur dan menutup jendela rapat-rapat. Kejadian tadi membuatku takut.
***
    “Gila, Yaff, gue ga nyangka ternyata orang itu yang ngelakuin, dan gue belom pernah ketemu orang itu sebelumnya.“
Hari ini Yaffa memutuskan untuk mengerjakan tugas di rumahku.
“Ya emang lo 24 jam di sini Cak? Lo kadang keluar kota. Barangkali pas lo di luar kota, dia keluyuran. Untung lo nggak kenapa-kenapa. Tapi ga ada salahnya kalo kejahatan dibales kebaikan, Cak.“
“Maksudnya?“

                        ***
Aku membuka lemari persedian makanan. Kemarin Bi Dian sudah membeli semuanya. Aku teringat anak kecil tadi malam. Sepertinya untuk beberapa saat ini mereka tidak akan kembali untuk mengambil makanan di rumahku karena aku sudah tahu mereka. Apakah aku yang perlu memberi mereka? Kasihan jika mereka tidak makan. Akhirnya aku mengambil beberapa roti, susu, buah dan makanan lainya.
Saat aku ingin melangkahkan kaki mendekati gubuk itu, aku teringat ibu yang memegang pisau. Jika aku mendatangi mereka, kemungkinan aku akan ditusuk. Aku punya jalan lain. Makanan yang kubawa, kutaruh di depan gubuk itu. Kuselipkan kertas kecil berisi tulisan semoga cukup, sehat-sehat ya kalian.  Lalu aku meninggalkan tempat itu.
Akhirnya hal itu menjadi kebiasaanku tiap hari karena merekalah yang membuatku sadar tentang arti bersyukur. Aku yang mampu seperti ini saja masih sering mengeluh, merasa selalu kurang, menghambur-hamburkan uang. Memang benar, jika kita berada di titik paling atas pun tidak akan pernah merasa bersyukur. Padahal, apapun yang kita dapat, kurus, gendut, miskin, kaya, jelek, cantik, harus tetap kita syukuri.
Kisah ini adalah kutipan singkat yang diberikan Tuhan untukku. Begitu banyak nikmat yang perlu disadari keberadaannya karena pada akhirnya yang kaya pun akan kehilangan hartanya saat ia mati.(*)


Tag
Share