Waspada Risiko Naiknya Transaksi Berjalan
JAKARTA - Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengingatkan risiko meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan pada 2024, yang disebabkan oleh meningkatnya arus modal keluar dan menurunnya kinerja neraca perdagangan Indonesia.
’’Kombinasi dari arus modal keluar dan penurunan neraca perdagangan di tahun depan juga menimbulkan risiko naiknya defisit transaksi berjalan,” ujar Riefky dalam kajian Indonesia Economic Outlook 2024 berjudul “Transisi Politik di tengah era Higher-for-Longer’’ di Jakarta, Jumat (3/11).
Riefky menjelaskan, saat ini ketatnya pasar tenaga kerja dan masih tingginya inflasi di beberapa negara maju mendorong beberapa bank sentral di dunia menjaga tingkat suku bunga tinggi (higher for longer).
Kemudian, higher for longer memicu arus modal keluar (capital outflow) dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Laporan terakhir dari Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing keluar dari pasar keuangan domestik pada pada 16 hingga 19 Oktober 2023 mencapai Rp5,36 triliun.
Sebelumnya, pada 25 hingga 27 September 2023, aliran modal asing keluar dari pasar keuangan domestik tercatat senilai Rp7,77 triliun.
Sementara itu, terkait penurunan neraca perdagangan, Riefky menjelaskan kebijakan moneter kontraktif berbagai bank sentral di dunia akan memicu perlambatan permintaan global dan menekan harga komoditas, sehingga berpotensi memberikan implikasi lanjutan terhadap Indonesia pada aspek perdagangan, seiring tingginya ketergantungan ekspor nasional terhadap harga komoditas.
“Mengingat 90 persen dari impor Indonesia adalah bahan baku dan barang modal, depresiasi akan meningkatkan ongkos produksi domestik, membahayakan performa sektor manufaktur yang akan mempengaruhi pertumbuhan investasi ke depan,” jelas Riefky.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter telah secara aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas), dan bahkan menaikkan tingkat suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terakhir untuk meredam fluktuasi nilai tukar rupiah. (ant/c1/abd)