Pengacara Lampung Sorot Putusan MKMK

Nilai Tak Bisa Ubah Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres
BANDARLAMPUNG - Pengacara kondang asal Lampung Sopian Sitepu menyebut putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) yang digawangi oleh Jimly Asshiddiqie, Bintang Saragih, dan Wahiduddin Adams tidak bisa membatalkan putusan pokok perkara MK mengenai batasan usia capres-cawapres.
Sopian dalam keterangan yang diterima Radar Lampung menyebut pengertian MKMK telah diuraikan dalam PMK Nomor 02/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi yang berbunyi perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi, yang beranggotakan hakim konstitusi dan unsur lain, untuk memantau, memeriksa dan merekomendasikan tindakan terhadap hakim konstitusi, yang diduga melanggar kode etik hakim konstitusi,
Kemudian pedoman tingkah laku hakim konstitusi atau melanggar norma hukum sebagaimana diatur didalam peraturan perundang-undangan. Sebagaimana berdasarkan peraturan tersebut tugas Majelis Kehormatan MK tersebut adalah memeriksa dan mengadili kode etik perilaku hakim.
“Sehingga telah tegas diaturnya tentang tugas Majelis Kehormatan MK untuk mengadili masalah kehormatan atau etika perilaku hakim yang mana sanksinya berupa sanksi moral terhadap perilaku hakim yang mengadili perkara tersebut,” kata Sopian Sitepu dalam tulisannya.
Selain itu Majelis Kehormatan MK kata Sopian Sitepu, bertugas menegakkan kode etik dan pedoman tingkah laku hakim konstitusi, mencari dan mengumpulkan informasi atau keterangan dari pihak-pihak yang berkaitan atau yang berkepentingan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim konstitusi dan juga memeriksa dan memutuskan tindakan yang akan direkomendasikan kepada Pimpinan Mahkamah Konstitusi.
Merujuk pada Pasal 4 ayat 5 PMK Nomor 02/2003 Majelis Hakim kehormatan MK dapat memutus dengan hasil. Pertama, pernyataan bahwa hakim yang diduga melakukan pelanggaran terbukti bersalah atau tidak bersalah, kemudian kedua rekomendasi agar hakim yang diduga melakukan pelanggarandijatuhi hukuman berupa teguran, pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap dalam hal terbukti bersalah, atau direhabilitasi dalam hal terbukti tidak bersalah
Berdasarkan hal tersebut Hakim MKMK hanya memberikan putusan yang berada di wilayah etika dan moral dan tidak menyentuh wilayah hukum.
“Secara tegas tertulis putusan yang dapat dijatuhkan bagi pelanggaran yang bersalah dan tidak ada tercantum pembatalan putusan,” ungkap Sopian Sitepu.
Menurut Sopian Sitepu, ahli hukum dunia John Austin berpendapat hukum secara tegas dipisahkan dari moral. Sehingga hal yang berkaitan dengan keadilan dan tidak didasarkan atas pertimbangan atau penilaian baik buruk (Memahami Hukum Progresif Prof Satijipto Raharjo Dalam Paradigma Thawaf, sebuah kontemplasi bagaimana mewujudkan teori hukum yang membumi/Grounded Theory meng-Indonesia), maka hukum dan moral tidak ada satu kesatuan wilayah etika dan moral; dan etika dan moral tidak bisa mengatur wilayah hukum. Demikian juga sebaliknya hukum lebih leluasa untuk mengatur etika dan moral.
“Sehingga putusan MK terhadap batas usia adalah masalah hukum dan bukan masalah moral maupun etika. Sehingga teman sejawat antara Hakim Konstitusi tidak bisa memberikan komentar terbuka atas pendapat teman sejawat yang berbeda (dissenting opinion) kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah (Pasal 3 ayat 2 huruf c PMK Nomor 02 Tahun 2003),” tuturnya.
Sopian Sitepu, mengutip artikel Jika Hakim Melanggar Kode Etik, Apakah Putusan MK jadi Tidak Sah, tanggal 24 Oktober 2023, (Hukumonline.com) menyebut putusan MK berdasarkan asas erga omnes yaitu semua orang wajib menerima apabila terhadap  putusan pengadilan yang menetapkan, menghapus, atau mengubah hukum merupakan sumber hukum materiil, meskipun terjadi kesalahan dalam putusan hal ini kata dia.
“Sehingga terhadap Putusan MK tentang Batas Usia Capres/Cawapres adalah dianggap benar.Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap harus dihormati sampai ada cara pembatalan yang sah atas putusan itu,” tandasnya. (rls/nca/c1/abd)

Tag
Share