Ramadan, Momentum Penguatan Literasi Ekonomi Syariah

Wakil Bupati Pringsewu (2017-2022) dan Rektor Institut Bakti Nusantara/IBN, Dr. H. Fauzi, S.E., M.Kom., Akt., C.A., CMA. -Foto Dok. Radar Lampung-

Oleh: 

Dr. H. Fauzi, S.E., M.Kom., Akt., C.A., CMA.

(Wakil Bupati Pringsewu (2017-2022) dan Rektor Institut Bakti Nusantara/IBN)

 

PERKEMBANGAN ekonomi dan keuangan syariah terus mengalami peningkatan, baik di dalam negeri maupun di tingkat global. Bahkan, di negara mayoritas non-muslim pun sistem ekonomi berbasis syariah terus berkembang. Tentu saja, ini tidak terlepas dari nilai-nilai moralitas dan universal yang terdapat dalam ekonomi syariah sehingga mudah diterima oleh semua kalangan. 

Perkembangan ekonomi dan keuangan syariah dapat dilihat dari pertumbuhan aset yang terus merangkak naik. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset keuangan syariah Indonesia telah mencapai Rp2.450,55 triliun atau sekitar USD163,09 miliar posisi per Juni 2023. Itu artinya, posisi per Juni 2023 pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia tumbuh 7,31 persen dari total industri perbankan nasional. 

Meski demikian, jika dilihat dari potensi yang dimiliki Indonesia, pertumbuhan ekonomi syariah belum sesuai yang kita harapkan. Hingga saat ini Indonesia belum menjadi pemain utama atau kiblat ekonomi syariah dunia. Jika mengacu pada hasil riset, baru sekitar 46% masyarakat yang memiliki preferensi syariah yang dilatarbelakangi faktor spiritual atau fungsional, sementara 20% yang memilih syariah hanya karena faktor benefit.

Salah satu tantangan pengembangan ekonomi syariah saat ini adalah masih minimnya pemahaman masyarakat terkait ekonomi syariah itu sendiri. Kondisi tersebut menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami penerapan prinsip syariah dalam aktivitas ekonomi. 

Penguatan Literasi

Di antara upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai kiblat ekonomi syariah dunia adalah dengan meningkatkan literasi keuangan syariah masyarakat yang memang masih terbilang rendah. Penguatan literasi ini sangat penting karena akan mendorong kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa dan produk keuangan syariah yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan keuangan syariah. 

Berdasarkan Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 menunjukkan, indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masih rendah dibandingkan dengan literasi dan inklusi keuangan nasional di mana literasi keuangan syariah hanya mencapai 9,14%. Sementara, untuk indeks inklusi keuangan syariah hanya 12,12% (detik.com, 13/3/2024).

Literasi ekonomi syariah merupakan pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah. Literasi ekonomi syariah mencakup pemahaman tentang sistem ekonomi syariah, prinsip-prinsip keuangan syariah, produk-produk keuangan syariah, serta hukum-hukum yang mengatur transaksi keuangan dalam Islam. 

Dalam konteks penguatan literasi ini, saya rasa bulan suci Ramadan dapat menjadi momentum untuk mengenalkan keunggulan ekonomi syariah kepada masyarakat luas. Sepertinya, Bank Indonesia (BI) tidak mau menyia-nyiakan momentum ini. Bersama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Bank Indonesia membuat program Gebyar Ramadan Keuangan Syariah (Gerak Syariah) yang bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. 

Selain program Bank Indonesia tersebut, para juru dakwah atau ustadz juga dapat memberikan pencerahan kepada jamaahnya terkait keunnggulan ekonomi syariah. Artinya, para ustadz tidak sekadar menyampaikan materi tentang surga dan negara, melainkan juga memberikan pemahaman terkait muamalah, terutama yang berhubungan dengan ekonomi dan keuangan syariah. Pengenalan prinsip-prinsip ekonomi syariah juga dapat dimulai dari keluarga dengan mengelola keuangan secara bijak dan sesuai prinsip syariah. 

Tag
Share