Ketua MK Prediksi Bakal Ada Dua Gugatan Masuk soal Sengketa Pilpres

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo-FOTO ANTARA -

Dia mengatakan bahwa itu tidak boleh dilakukan oleh hakim, baik dalam hukum acara dengan alasan keadilan substantif maupun prosedural.

“Keadilan substantif, keadilan prosedural, inikan hanya soal hukum acara saja, tapi apakah boleh hakim mengadili dalam perkara pileg dan pilpres nanti bisa aktif memangil pihak ahli ke persidangan? Itu saya tegaskan enggak bisa. 

“Jadi semua itu harus dibawa kepersidangan, dibuktikan oleh para pihak, tidak boleh itu hakim cawe-cawe, harus begini, harus begini, enggak boleh,” sambungnya.

Lebih lanjut, Suhartoyo pun menjelaskan bahwa sengketa Pilpres ataupun Pileg sendiri bersifat inter partes dan adversarial yang dimana terdapat pihak pemohon dan termohon atau pihak penggugat dan tergugat.

Oleh sebab itu, untuk menghadirkan saksi dalam sidang sengketa Pilpres maupun Pileg, perlu adanya keterlibatan dari pihak yang bersangkutan, dalam artian pihak pemohon dan termohon.

“Kalau kemudian hakim menyarankan, misalnya ‘eh kamu saksi nya kurang nih, ditambah atau dan lain sebagainya’, Tetep yang mengajukan pihak yang bersangkutan langsung, bukan hakim,” imbuhnya.

Namun, jika hakim berinisiatif untuk menghadirkan saksi dalam suatu persidangan yang bersifat Inter partes, maka hakim tersebut patut dicurigai karena itu dianggap sudah berpihak. 

“Kalau saya sudah mempunyai inisiatif sebagai hakim, saya datangi ahli lah tanpa permintaan dari pihak-pihak Jaksa maupun terdakwa maupun penasihat hukum nya, itu kami sudah berpihak itu,” jelasnya.

Maka dari itu, Hakim tidak boleh terlibat dalam proses persidangan Pilpres maupun Pileg. Akan tetapi, terkait dengan saksi, hakim hanya boleh menghadirkannya dalam perkara pengujian Undang-undang (UU) atau Judicial review.

Hal itu dikarenakan pengujian UU atau Judicial review sendiri bersifat volunteer, bukan inter partes.

“Sekali lagi memang dalam praktek di MK, hakim sering memanggil ahli-ahli, tapi itu hanya dalam perkara pengujian UU, karena normanya milik publik, hakim malah boleh mengakselerasikan dengan kewenangan-kewenangan yang dipunyai, supaya apa? Supaya nanti berkaitan dengan pengujian norma itu hakim punya kajian-kajian yang lebih komprehensif baik secara asas doktrin mungkin secara teori juga,” tandasnya. (ant/jpnn/c1/abd)

Tag
Share