Golven

-Ilustrasi Hanz Kretzmann/PIXABAY-

Faisal dan Dina terkejut dan serentak menenangkan Amora. "Nak, ini Mama sayang. Ini Mama."

Amora menangis tak karuan serta meraung dan memberontak, "Tolong, Ma, tolong!" Amora meracau.

Dengan cekatan Faisal berlari ke luar untuk memanggil dokter yang selama ini menangani Amora. "Dok, Dok, anak saya, Dok!"

Dokter dengan mata berwarna abu-abu dengan nametag yang bertuliskan Felix Mahendra tengah berlari sambil memasang stetoskopnya ke telinga. 

Pada akhirnya, Amora diberikan suntikan penenang agar ia berhenti memberontak.

"Terima kasih ya, Dok," ucap Dina lega dan kembali duduk. Amora kembali tertidur.

Faisal berjalan dan berdiri di sebelah kasur Amora sambil sesekali menatap anaknya. "Amora," lirih Faisal, "Papa enggak tega lihat kamu begini."

Faisal mengusap rambut Amora, "Andai waktu itu Papa menolak ajakan kamu."

"Papa menyesal, Sayang," sesal Faisal yang disusul isakan dan ciuman di kening Amora.

"Ini semua gara-gara kamu, Mas! Kamu enggak becus jagain anak!" Dina menuduh.

Faisal menoleh ke arah Dina, "Kok kamu nyalahin aku? Kamu kan mamanya, sudah seharusnya kamu lebih telaten menjaga anak!" intonasi Faisal meninggi, "Kita memang sudah pisah, tapi dari awal kamu kan yang mau bawa Amora. Terus kenapa sekarang kamu malah nyalahin aku?”

"Terserah, intinya ini salah kamu! Coba waktu itu Amora enggak kamu biarin pergi sendirian buat main banana boat! Pasti Amora gak bakal kaya gini Mas! Dia enggak bisa berenang walaupun pakai pelampung sekalipun!" Dina berdiri dan mendongak menatap Faisal dengan tatapan penuh akan amarah.

“Ini musibah, Dina! Amora tenggelam karena pelampung yang dia pakai ternyata bermasalah!” ucap Faisal.

"Dari dulu kamu bisanya cuman nyalahin! Enggak pernah mau sekali pun introspeksi diri," Faisal kembali menaikkan intonasinya.

"Kenyataannya emang gitu! Coba kalau tiga hari dari kejadian aku enggak ke situ, enggak mungkin Amora ada di sini, Mas! Amora enggak mungkin ketemu!”

Tag
Share